FANATISME SUKU PENYEBAB KEMUNDURAN

FANATISME SUKU PENYEBAB KEMUNDURAN 

Bacaan Setahun: 

Yes. 23-24 
Rm. 3 
Mzm. 14 

“Selanjutnya kata Malaikat TUHAN itu kepadanya: “Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya Ismael, sebab TUHAN telah mendengar tentang penindasan atasmu itu. Seorang laki-laki yang lakunya seperti keledai liar, demikianlah nanti anak itu; tangannya akan melawan tiap-tiap orang dan tangan tiap-tiap orang akan melawan dia, dan di tempat kediamannya ia akan menentang semua saudaranya” (Kejadian 16:11-12)

Judul di atas adalah judul artikel yang terdapat pada harian Kompas hari Jumat, 26 Agustus 2022. Di situ dibahas tentang penyebab utama kemunduran atau keterpurukan bangsa Arab, yaitu keengganan meninggalkan traditionalisme kesukuan. Pada bedah buku yang berjudul “Mengapa Bangsa Arab Terpuruk“ karya wartawan Kompas Musthafa Abd Rahman kamis (25/8/2022) di Jakarta, isi buku tersebut bersumber dari pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh terhormat di Timur Tengah. Dikatakan yang mengakibatkan terpuruknya Bangsa Arab adalah ketiadaan tradisi instropeksi. Alih-alih mencari penyebab kemunduran secara internal, hal yang ditempuh adalah mencari kambing hitam.

Dalam 10 tahun terakhir, para tokoh Arab gelisah karena bangsa tersebut semakin terpuruk. Kemiskinan naik dari 8,5 juta jiwa menjadi 18 juta jiwa yang diakibatkan karena pertikaian politik dan peperangan. Gara-gara krisis yang berkelanjutan, cendikiawan Mesir sampai menyebut bangsa Arab sedang sakit. Guru besar UIN SH Jakarta, Ali Munhannif, mengatakan sudah terjadi optimisme pada Bangsa Arab setengah abad yang lalu. Sayangnya, pola tradisi Arab mementingkan keluarga dan kabilah.

Di organisasi modern sekalipun, pengutamaan keluarga tetap terjadi dan garis keturunan dijadikan pertimbangkan memilih sosok. Negara Arab menjadi republik sekalipun tetap mementingkan penempatan keluarga sebagai pejabat. Menurut si penulis, pola hidup tradisional melekat dalam cara pandang elite dan masyarakat.

Alkitab mencatat tentang sifat dasar dan pola pikir yang melekat pada keturunan Ismail, mereka saling melawan sesama saudara. Sepertinya ada rasa tak aman karena Ismael dalam sejarah hidupnya terbuang dan tak mengalami peran bapanya, Abraham. Ketiadaan figur bapa membuat keturunan Ismael mempunyai rasa tak aman, sehingga tak bisa mempercayai orang lain. Sebuah reaksi diri yang keluar untuk mempertahankan hidup, sehingga mereka hanya bisa percaya saudara terdekatnya, itupun dengan perasaan yang selalu was-was.

Bagaimana dengan Indonesia? Kita patut bersyukur atas keberagaman suku dan agama di Indonesia, dengan slogan: Bhinneka Tunggal Ika – meskipun beranekaragam, pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap merupakan satu kesatuan. Jangan pernah berusaha menyeragamkan baik secara budaya maupun agama karena ada ‘kutuk’ di dalam keseragaman seperti yang terjadi di Bangsa Arab. Walau mereka satu bahasa dan agama namun pertikaian antar mereka yang seragam justru lebih tajam. Bagi Indonesia tetaplah rajut keberagaman yang memang telah menjadi fitrah kita karena justru dalam keberagaman dan bukan keseragaman terletak kearifan dan kedewasaan untuk saling menyayangi dan menghormati. (DD)

Questions:
1. Apa penyebab rasa tak aman dan saling memusuhi yang ada pada bangsa Arab? Apa kekurangan kasih bisa menjadi penyebabnya?
2. Benarkah rasa tak aman membuat seseorang saling curiga?

Values:
Kasih Sang Raja yang dirasakan warga Kerajaan adalah dasar dari rasa aman dan damai yang dirasakan warga kerajaan.

Kingdom Quote:
Sumber pertikaian abadi adalah rasa iri dan saling tidak percaya, bukan harta.