Bacaan Setahun:
Yeh. 46-47
Kis. 8
MENGAPA TIADA MAAF?
“Jika kita mengaku dosa kita, maka la adalah setia dan adil, sehingga la akan mengampuni dosa segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.”1 Yohanes 1:9
Dahulu, ada lagu yang populer sekali. Dalam syair lagu itu, ada berbunyi: “Katakan salahku padamu, hingga dikau pergi. Hanyalah kuingin dikau sadang. Mengapa tiada maaf darimu?” Seingat saya, ini lagu tahun 90an saat saya masih sekolah dasar.
Mengapa tidakkah kau maafkan? Mengapa tiada maaf darimu? Demikianlah biasanya kita frustasi karena tidak menerima maaf dari manusia. Setengah mati meminta maaf, yang dimintai maaf tetap menganggap kita adalah pendosa besar yang seolah tak patut diampuni.
Dalam Yohanes 7:53-8:11, diceritakan: pada waktu Yesus mengajar di Bait Allah, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi datang dengan membawa seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Tentu ada harapan di hati mereka bahwa Yesus akan ikut menghakimi perempuan itu. Namun, alih-alih mengatakan perempuan itu harus dihukum rajam karena telah berdosa besar. Yesus justru mengatakan, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Cerita selanjutnya kita tahu, bahwa di akhir kejadian ini, Yesus mengatakan, “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”Dari kisah ini, kita belajar bahwa: tidak seorang pun luput dari salah dan dosa. Ada pepatah mengatakan: tiada gading yang tak retak. Demikian juga kita merupakan pendosa sebelum diselamatkan Tuhan. Dengan status ini, kita merupakan orang yang tak layak ‘melempar batu’ kepada orang lain. Malahan kita harus mengampuni mereka.
Di sisi lain, setelah bertobat, walau mungkin orang lain tak bisa memaafkan kita, kita harus bisa memaafkan diri sendiri. Meski perlakuan orang lain, kata-kata manusia atau intimidasi iblis meneror kita dengan perasaan bersalah, kita harus ingat kalau kita telah dibenarkan karena iman. Tertulis di dalam Roma 3:28, “Karena kami yakin, bahwa manusiadibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat” Karena itu, yang kita lakukan hanyalah pergi meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa, dan tidak berbuat kejahatan lagi.
Dua hal ini harus kita tanamkan baik-baik di hati kita. Rasa bersalah adalah hukuman psikologis yang berat. Kita tidak berhak menghukum orang lain dengan rasa bersalah. Demikian pula kita tidak berhak menghukum diri kita sendiri dengan rasa bersalah. Mengampuni sangat penting. Baik itu bagi orang lain, maupun bagi diri sendiri. Amin. (PF)
Questions :
1. Mengapa kita harus mengampuni orang lain?Jangan menghukum orang lain
2. Mengapa kita tidak boleh menghukum diri sendiridan diri sendiri dengan rasa dengan rasa bersalah?
Rasa bersalah adalah ikatan, jangan mengikat diri sendiri maupun orang lain dengan itu