MENGEJAR KEBENARAN BERDASARKAN PENCAPAIAN BUKAN KASIH KARUNIANYA

MENGEJAR KEBENARAN BERDASARKAN PENCAPAIAN BUKAN KASIH KARUNIANYA 

Bacaan Setahun: 
Hos. 11-14 
Mzm. 125 
2 Tim. 3 

“Tetapi Tuhan menjawabnya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (Lukas 10:41-42)

Pernahkah Anda bersyukur karena gereja Anda lebih baik; bersyukur karena kebaktian generasi muda di gereja Anda lebih modern; bersyukur karena Anda punya gelar yang tidak memalukan; bersyukur karena jemaat Anda lumayan banyak; bersyukur karena Anda punya keluarga yang taat beribadah? Apakah salah jika kita bersyukur dan membangggakan hasil pencapaian baik kita?

Setiap kita bisa terjebak dalam kecenderungan legalisme dan mengejar kebenaran pribadi berdasarkan pencapaian. Artinya, kita membandingkan dan kemudian menilai apa yang kita lakukan dengan lebih baik dan lebih layak dibanding orang lain. Kebanggaan pribadi inilah yang secara halus membuat Anda tidak sadar bahwa Anda sedang menilai kelayakan Anda di hadapan Tuhan berdasarkan pencapaian Anda yang baik. Anda bukan mengucap syukur karena kasih karunia Tuhan, Anda bersyukur karena usaha dan pencapaian Anda. Ketika Anda memahami kebenaran seperti itu, Anda sebenarnya tak berbeda dengan cerita orang Farisi yang ada di dalam Alkitab.

Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Lukas 18:9-14)

Ternyata kebanggaan berdasarkan pencapaian diri adalah kesombongan yang merupakan jebakan, yang membuat kita sebenarnya jauh dari Tuhan. Kita sedang melakukan ‘kebaikan’ yang bersumber dari kekuatan diri kita sendiri, bukan bersumber dari kasih karunia Tuhan.

Cerita Marta dan Maria adalah juga contoh di Alkitab yang menggambarkan sikap yang salah. Marta sangat sibuk melayani Yesus dengan tujuan mendapatkan kelayakan dan pujian. Namun, Maria justru lebih mengutamakan hubungan, bukan pelayanan, untuk mendapatkan pujian. Dan Yesus menegur Marta karena ‘kesibukan pelayanannya’ yang bertujuan mendapatkan pujian.

Jadi, cara untuk mendapatkan perkenanan Tuhan bukanlah dengan membanggakan pencapaian yang bersumber pada kekuatan diri sendiri, tetapi dengan membangun hubungan intim dengan Tuhan. Oleh kasih karunia-Nya, Ia akan memampukan kita melakukan kehendak-Nya. (DD)

Questions:
1. Mengapa orang yang sibuk melayani Tuhan bisa dianggap tidak berarti?
2. Apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan menerima “bagian … yang tidak akan diambil dari padanya”?

Values:
Warga Kerajaan sejati paham bahwa kegiatan pelayanan tanpa adanya hubungan intim dengan Sang Raja adalah sia-sia.

Kingdom Quote:
Kelayakan pelayanan kita di hadapan Tuhan tidak diukur dengan kesibukan kita, tetapi apakah yang kita lakukan sesuai dengan kehendak-Nya.