MISKIN DALAM ROH
Bacaan Setahun:
Mzm. 81, Bil. 29, Ibr. 11
“Aku ini sengsara dan miskin, tetapi Tuhan memperhatikan aku. Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan aku, ya Allahku, janganlah berlambat” (Mazmur 40:17).
Kalimat Daud di atas berkaitan erat dengan pernyataan Yesus dalam khotbah di bukit, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Matius 5:3). Kebenarannya adalah miskin di sini bukanlah perkara materi. Tetapi ketidakberdayaan menghadapi situasi sehingga tidak ada pertolongan yang sanggup untuk melepaskan dia kecuali Allah sendiri. Miskin di sini benar-benar maksudnya adalah orang yang tidak memiliki apa-apa. Ibarat orang mau membeli makanan ternyata ia tidak mampu membayar karena ia tidak punya harta atau uang. Ia hanya menggantungkan hidupnya kepada Allah yang berbelas kasihan kepadanya.
Inilah miskin di dalam roh. Inilah bentuk kemiskinan yang Tuhan inginkan dalam kehidupan kita. Supaya mata kita selalu memandang kepada Tuhan dan senantiasa mengharapkan belas kasihan-Nya. Dalam tradisi ibadah Yahudi Rabinik, seorang pemimpin ibadah/ doa/ pujian di dalam Sinagoga akan memulai pelayanannya dengan berkata “HINENI” (inilah aku). Hal tersebut sebagai suatu konfirmasi kepada Allah dan kepada dirinya sendiri, bahwa dia sepenuhnya fokus dan hadir untuk tanggung jawab yang besar untuk melayani jemaat Allah. Dan pada awal doa, dimulai dengan pembukaan kata-kata: Ini aku, seorang miskin yang melayani (ingin melakukan suatu perbuatan baik). Pernyataan ini berarti bahwa dia yang sedang mendekati Allah sebagai seorang yang miskin di hadapan-Nya, sebagai seorang yang tidak layak mendapatkan apapun dari Allah, dan sebagai pendosa yang perlu belas kasihan pengampunan.
Dan ketika Tuhan Yesus mengatakan tentang khotbah di bukit, maka hal tersebut akan sangat cocok dengan tradisi ibadah mereka. Bahwa umat Allah memang selayaknya disebut sebagai seorang yang miskin di hadapan Allah. Tradisi doa semacam ini sudah menjadi kebiasaan sekaligus kebenarannya adalah mereka adalah orang-orang yang “miskin di dalam roh” yang senantiasa bergantung kepada kemurahan Allah saja. Bagaimana sikap hati kita ketika sedang menghadap Allah? Adakah kesadaran bahwa kita ini sesungguhnya miskin di hadapan-Nya dan kita sangat membutuhkan Allah di dalam anugerah-Nya untuk menghampiri kita?(DH)
Questions:
1. Mengapa kita harus miskin secara roh di hadapan Allah?
2. Apa yang terjadi kalau kita tidak miskin secara roh di hadapan Allah
Values:
Tuhan sama sekali tidak berniat menyingkirkan orang berdosa. Dia ingin merangkul dan memulihkannya.
Kingdom Quotes:
Kekayaan dapat menjadi jerat jika kita tidak miskin di hadapan Allah.