TIKUS MATI DISAWAH – FENOMENA LANGKANYA MINYAK GORENG

TIKUS MATI DISAWAH – FENOMENA LANGKANYA MINYAK GORENG 

Bacaan Setahun: 
Yoel 1 
Mzm. 109 
Kis. 1

“Mereka akan mengembara dari laut ke laut dan menjelajah dari utara ke timur untuk mencari firman TUHAN, tetapi tidak mendapatnya.” (Amos 8:12)

Sepanjang beberapa waktu ini kita dihadapkan pada fenomena kelangkaan minyak goreng, fenomena ini diawali dengan kenaikan harga minyak goreng, baik minyak goreng curah (minyak goreng tanpa kemasan) maupun minyak goreng dalam kemasan. Dalam kondisi yang demikian kemudian pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan yang menentukan harga minyak seharga Rp 10.000 – Rp. 14.000. Tetapi dalam kondisi penetapan harga ini, justru tiba-tiba keberadaan minyak goreng ini seperti lenyap dari pasar. Dalam kondisi kelangkaan ini, maka orang rela mengantri panjang dan berjam-jam jika diketahui disuatu tempat ditemukan dijual minyak goreng versi harga “pemerintah “ ini. Sebagian orang ada yang mengungkapkan lebih baik harga lebih mahal, tapi stock persediaan minyak goreng ada, daripada ditetapkan harga murah, namun produk minyak gorengnya sulit didapat.

Kondisi ini tentunya dianggap aneh bagi orang Indonesia secara umum, karena Indonesia tercatat sebagai salah satu penghasil kelapa sawit (sebagai bahan utama minyak goreng) yang terbesar di dunia. Itulah sebabnya orang kemudian menyampaikan penilaian bahwa kita ini seperti Tikus yang mati di tengah sawah. Sawah di sini dapat dimaknai sebagai tempat kekayaan sumber makanan, Jadi makna tikus mati di tengah sawah ini dapat berarti kita ini alami penderitaan di tengah kelimpahan -sumber daya kelapa sawit sebagai bahan utama minyak goreng.

Banyak ahli yang mencoba menjelaskan bahwa semua situasi ini juga merupakan bagian dari dampak global, yaitu banyak negara besar sedang alami krisis energi. Dan untuk mengatasi krisis energi ini maka mereka menggunakan energi alternatif bio solar yang diproduksi dengan menggunakan bahan dasar kelapa sawit. Akibatnya disinyalir banyak produsen kelapa sawit menjual kelapa sawit justru kepada pabrik pengolahan bio diesel daripada pabrik minyak goreng.

Dalam kehidupan kekristenan, kita juga kerap alami kelangkaan kebenaran Firman Tuhan yang sebenarnya di dalamnya bisa kita temukan kekayaan rohani yaitu pribadi Tuhan , hikmat, janji, bahkan kuasa Allah sendiri. Mengapa bisa demikian? Tentunya Fiman Tuhan tidak lenyap, tetapi yang hilang adalah rasa lapar dan haus akan kebenaran (Mat.5 : 6) dan sebuah sikap hati orang yang merasa “kenyang“ dan merasa tidak membutuhkan Tuhan dan FirmanNya. Ams 27:7, “Orang yang kenyang menginjak-injak madu, tetapi bagi orang yang lapar segala yang pahit dirasakan manis.”

Apakah kita akan membiarkan diri menjadi pribadi yang alami kematian rohani justru di tengah ketersediaan kekayaan rohani yaitu Firman Allah? (HA)

Questions:
1. Bagaimana kehidupan kerohanian Anda saat ini, apakah tetap merasa haus dan lapar akan firman-Nya?
2. Apa yang menyebabkan sebagian orang kristen kesulitan menikmati kehadiran-Nya?

Values:
Sikap hati yang merasa kenyang akan firman Tuhan yang menyebabkan seseorang lalai akan persekutuan dengan-Nya.

Kingdom Quote:
Berbahagialah orang yang haus dan lapar akan kebenaran karena mereka akan dipuaskan (Mat 5:6).

===