ANAK YANG TERHILANG

ANAK YANG TERHILANG 

Bacaan Setahun: 
1 Taw. 20-21 , Yoh. 19 

“Kata ayahnya kepadanya: “Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.” (Lukas 15:31-32)

Banyak di antara kita yang pernah mendengar perumpamaan “anak yang terhilang”. Kisah singkatnya adalah seorang ayah memiliki dua anak, sulung dan bungsu, lalu si bungsu meminta pembagian warisan, dan dengan warisannya pergi meninggalkan rumah ayahnya. Berdasarkan kisah ini, sebenarnya judul “anak yang terhilang” secara tata bahasa bagi anak bungsu yang pergi dengan sengaja dari rumah ayahnya tidak tepat. Lebih tepatnya, anak ini sengaja menjauh dari rumah Bapanya.

Sebenarnya anak bungsunya ini secara fisik tidak mati, secara fisik tidak hilang, tetapi bapaknya melihat anaknya secara rohani telah mati, secara rohani telah hilang. Melalui perumpamaan ini, Yesus sedang mengajarkan tentang esensi kehidupan rohani atau kehidupan spiritual. Sebenarnya apa arti kehidupan spiritual, jika kita melihat perumpamaan ini artinya adalah kehidupan dalam “rumah Bapa,” kualitas kehidupan dalam anugerah Bapa. Ketika anak bungsu hidup dengan sumber ‘kekuatan diri sendiri,’ ia telah mati secara rohani, ia telah terhilang, ia telah kehilangan anugerah Bapa. “Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagian miliknya, lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya dengan hidup berfoya-foya.” (Lukas 15:13)

Tindakan si anak bungsu dengan menjual warisan, pergi jauh, dan berfoya-foya menggambarkan bahwa ia meninggalkan kehidupan rohani dan menjalani hidup duniawi. Inilah arti kematian dan kehilangan yang sesungguhnya, sebuah perjalanan hidup yang sia-sia jika manusia mengandalkan diri sendiri dan tidak hidup dalam kemurahan dan anugerah di dalam rumah Bapanya.

Lalu, jika kita melihat kehidupan anak sulung yang ada di dalam rumah ayahnya, jika kita amati Lukas 15:28-30, ternyata kehidupan sang kakak, meskipun ia ada di rumah ayahnya, ia merasa tidak dicintai oleh ayahnya. Ia merasa terhilang meskipun ia ada di rumah ayahnya. Ia hidup taat dan tidak pernah melanggar perintah ayahnya, tetapi ia marah ketika ayahnya menyambut adiknya yang pulang dengan pesta. Ini menggambarkan seolah-olah ia hidup secara rohani, tetapi sebenarnya tidak. Ia pemarah, iri, dan dengki. Ia hidup bukan secara rohani, tetapi hidup secara agamawi. Ya, ia taat, tetapi ia hidup bukan berdasarkan anugerah, ia hidup berdasarkan hukum, yang merupakan ciri utama hidup agamawi.Mungkin Anda tidak ‘terhilang’ seperti anak bungsu, tetapi jangan-jangan Anda seperti anak sulung. Anda hidup agamawi, cirinya adalah Anda merasa paling benar, Anda iri, dan Anda pemarah. Anda suka menghakimi. Anda terhilang padahal Anda ada di rumah Bapa. (DD)

Questions:
1. Benarkah si bungsu terhilang? Mengapa disebut terhilang?
2. Bagaimana dengan anak sulung? Apakah ia juga terhilang? Mengapa?

Values:
Tanpa bergantung anugerah Sang Raja setiap warga Kerajaan berpotensi menjadi anak yang terhilang.

Kingdom’s Quotes:
Selidiki hati Anda, bisa jadi Anda merasa sudah hidup benar, namun Anda sedang terhilang karena Anda hidup berdasarkan hukum, bukan kasih karunia Tuhan.