BRAIN DRAIN

BRAIN DRAIN 

Bacaan Setahun:
Luk. 17, Kej. 29:1-30,Mzm. 22

“Dan kata-Nya lagi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya.” (Lukas 4:24)

Saat menyelesaikan penulisan renungan ini, ada berita di sebuah harian yang memuat  fenomena yang membanggakan sekaligus memprihatinkan, ketika trend word ‘brain drain’ digunakan untuk menunjuk beralihnya sumber daya manusia unggul Indonesia ke luar negeri. Situasi ini menunjukkan ada banyak anak-anak Indonesia yang memiliki prestasi membanggakan sehingga mereka sukses menuntut ilmu dan berkarir di mancanegara; mereka bercahaya seperti cahaya cakrawala sebagai orang-orang bijaksana, seiring dengan bertambahnya pengetahuan (Daniel 12:3-4). Namun banyak pula sumber daya unggul di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, riset dan inovasi yang memilih tetap tinggal dan bekerja di luar negeri karena mereka tidak leluasa mengembangkan potensinya di Tanah Air. Sementara lingkungan dengan meritokrasi(kemampuan seseorang dilihat dari prestasi dan kompetensinya) yang dijunjung tinggi menjadi daya tarik yang kuat bagi anak-anak berprestasi untuk belajar dan berkarier di luar negeri (sumber: Kompas, 3 Desember 2024).

Ketika Tuhan Yesus kembali ke Galilea dalam kuasa Roh setelah pencobaan di padang gurun, berita tentang Dia tersiar di seluruh daerah itu, dan semua orang memuji-Nya; tetapi saat Ia datang ke Nazaret, tempat Ia dibesarkan, semua orang di rumah ibadat yang mendengar pengajaran-Nya menjadi sangat marah dan menghalau Tuhan Yesus ke luar kota, bahkan membawa Dia ke tebing gunung untuk melemparkan-Nya (Lukas 4:29). Konteks berita dan apa yang dialami Tuhan Yesus tentu amat berbeda untuk dianalogikan. Headline berita pada hari berikutnya menyebutkan bahwa pemerintah RI berkejaran dengan waktu demi menciptakan periset unggul, berarti ada persiapan luar biasa yang dilakukan untuk membangun fondasi manajemen talenta unggul.

Beberapa hal tampaknya harus kita lakukan di Tahun Persiapan ini untuk berbenah diri mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Jika padang belantara mewakili kehidupan kita di dunia, maka hati yang bengkok (Filipi 2:15) mesti diluruskan sebagai jalan raya agar selalu bertaut pada Tuhan dan Firman-Nya; lembah kepahitan harus ditutup, kemarahan hendaklah dibuang (Efesus 4:31); gunung keangkuhan dan bukit tinggi hati harus diratakan (2 Korintus 10:5); pikiran yang berbelitbelit merancangkan kejahatan (Zakharia 8:17) harus diubahkan menjadi dataran hati yang lapang mau mengampuni, sehingga upaya membersihkan jalan menyongsong pemulihan hubungan kita dengan Tuhan dan sesama dapat terwujud. (YL)

Questions:
1. Apakah maksud Tuhan Yesus ketika Ia berkata ‘tidak ada nabi dihargai di tempat asalnya’?
2. Persiapan apa saja yang perlu kita lakukan ketika kita berupaya memulihkan hubungan dengan Tuhan dan sesama?
Values:
Melakukan refleksi dan pembenahan diri merupakan persiapan yang penting.

Kingdom’s Quotes:
Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari. (Amsal 4:18)