Buahnya Mengatasi Tembok | Pdt. Hartono Wijaya

Yusuf adalah seperti pohon buah-buahan yang muda, pohon buah-buahan yang muda pada mata air. Dahan-dahannya naik mengatasi tembok. Walaupun pemanah-pemanah telah mengusiknya, memanahnya dan menyerbunya, namun panahnya tetap kokoh dan lengan tangannya tinggal liat, oleh pertolongan Yang Mahakuat pelindung Yakub, oleh sebab gembalanya Gunung Batu Israel.
(Kejadian 49:22-24)

Semua kita dipanggil untuk melayani. Jangan melayani hanya karena tugas atau jabatan. Dasar pelayanan kita bukanlah tugas atau jabatan, tapi karena kasih. Dalam Lukas 10:30-37 dikisahkan tentang tiga tokoh, yaitu Imam, orang Lewi dan orang Samaria. Tuhan Yesus menjelaskan tentang Imam dan orang Lewi yang memiliki tugas dan jabatan, dibandingkan dengan orang Samaria yang direndahkan oleh orang Yahudi, namun memiliki belas kasihan.

Imam bertugas memelihara dan menjamin hubungan dengan Allah di tempat ibadah yang kudus (Maleakhi 2:1-9).

Lewi bertugas mengatur dan merawat tempat ibadah (1 Tawarikh 23:24-25). Mereka mengawasi pekerjaan di rumah Tuhan, menjadi pengatur dan hakim, menjaga pintu gerbang, menjadi pemuji dan pemusik.

Samaria adalah bangsa yang dimusuhi oleh orang Yahudi, namun dalam kisah ini hatinya melayani dengan belas kasihan.

BAGAIMANA BERBUAH MELEWATI TEMBOK?

Mari periksa hidup kita, apakah kita memiliki hati yang digerakkan oleh belas kasihan? Atau kita bergerak melayani sekedar karena tugas?

Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” Jawab orang itu: “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!” (Lukas 10:36-37)

Untuk bisa melayani Tuhan kita harus memiliki:

DASAR PELAYANAN YANG BENAR

Dasar pelayanan yang benar adalah belas kasihan dan bukan tugas atau jabatan, ubahlah mindset pelayanan yang dibatasi tembok gereja, karena kita punya Tuhan yang tidak terbatas.  Tuhan mencari buah, bukan megahnya bangunan gereja. Jadikan pelayanan yang berbelas kasihan sebagai gaya hidup keseharian. Tidak perlu diawasi atau disuruh. Miliki inisiatif untuk menolong. Jangan “sudah asin, diasinkan lagi di gedung gereja”. Lukas 10:30-33. Fenomena akhir-akhir ini, kita kurang memiliki belas kasihan, sekalipun kasih telah sering dikumandangkan.

Jawab Yesus: “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
(Lukas 10: 30-33)

SIAP MENERIMA RESIKO

Dalam pelayanan, kita jangan menghitung untung rugi. Dibalik melayani ada upah yang Tuhan sediakan, namun demikian lakukanlah pelayanan dengan penuh ketulusan. Pelayanan yang dilakukan dengan ketulusan hati akan mampu menghadapi seberapapun beratnya tantangan. Teruslah menjadi berkat sekalipun beresiko, karena satu saat nanti kita akan menuai dari apa yang kita tabur.

Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.
(Lukas 10:33-34)

MILIKI TANGGUNG JAWAB PELAYANAN

Orang Samaria ini adalah contoh pelayanan dengan tanggung jawab yang tinggi, ia menunjukkan komitmen dengan sikap mau berkorban dalam pelayanan. Demikian juga ia menjaga hubungan baiknya dengan pemilik penginapan. Ini menunjukkan sikap kedewasaannya. Di tengah pelayanan yang dilakukan, ia adalah orang yang tetap bertanggung jawab atas komitmennya dalam merawat rumah tangga dan keluarganya.

Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: “Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali”.
(Lukas 10: 35)

KONSISTEN DALAM PELAYANAN

Melayani tidak mengenal pensiun. Si orang Samaria menitipkan korban sampai ia kembali dan memastikan korban sudah dipulihkan. Hal ini adalah contoh pelayanan yang tidak dilakukan setengah-setengah, namun benar-benar sampai tuntas.

Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.
(Galatia 6:9-10)

Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap (‘meno’, langgeng), supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.
(Yohanes 15:16)

Penuhi hidup ini untuk berbuah. Sebagaimana yang dilakukan orang Samaria tersebut. Mari jadikan hidup ini menjadi panggilan pelayanan. Hargai waktu yang Tuhan berikan untuk melakukan sesuatu yang berarti bagi Kerajaan-Nya. Amin (VW).