BUKAN PETINJU SEMBARANGAN

BUKAN PETINJU SEMBARANGAN 

Bacaan Setahun: 
2 Raj. 6 , Mal. 1-2,  Mat. 10 

“Oleh karena itu, aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang asal memukul saja. Akan tetapi, aku melatih tubuhku dan menguasainya sepenuhnya, supaya setelah memberitakan Injil kepada orang lain, aku sendiri tidak ditolak” (1 Korintus 9:26-27)

Kemarin, saya melihat di YouTube tayangan seorang petinju berpengalaman yang mengejek penantangnya dan berperilaku sombong dengan meremehkan penantangnya. Dia terus meminta penantangnya untuk memukulinya, dan dengan lincah dia berhasil menghindari pukulan lawannya dengan gerakan yang cepat. Teknik bertinju lawannya memang kalah, namun sikap sombong dan meremehkan membuatnya terkejut oleh satu pukulan swing yang keras. Dia sedikit terhuyung dan kehilangan keseimbangan. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh lawannya, yang terus memberondongnya dengan pukulan-pukulan keras. Dia tidak memiliki kesempatan lagi untuk menghindar. Sang juara berpengalaman kalah KO oleh penantang baru yang dianggap remeh, karena sikap sombong dan meremehkan.

Hidup Rasul Paulus sebagai seorang rasul dan pemberita Injil adalah seperti “petinju yang tidak sembarangan”. Dia terus berlatih dan selalu fokus setiap saat, seperti yang dia nasihatkan dalam ayat di atas. Dia menyadari bahwa dia dapat “terkecoh oleh pukulan lawan” jika dia lengah sedikit saja. Oleh karena itu, dia melatih tubuhnya dan menguasainya sepenuhnya agar pukulannya selalu tepat sasaran. Karena jika terlalu banyak memukul angin atau memukul sembarangan, dia akan kehilangan tenaga secara sia-sia. Dia tidak ingin kalah karena kecerobohan dan kurang fokus.

Ungkapan “supaya setelah memberitakan Injil kepada orang lain, aku sendiri tidak ditolak” adalah ungkapan kekhawatiran Rasul Paulus. Jika kehidupannya sembarangan atau sembrono, dia akan berakhir seperti petinju sembrono yang kalah. Mari kita renungkan dengan baik, jika Rasul Paulus yang memiliki pengalaman rohani dan dedikasi untuk Injil merasa khawatir akan ditolak, bagaimana seharusnya kita menyikapi kehidupan iman kita? Bukankah kita seharusnya memiliki sikap yang sama dengan Rasul Paulus? Seperti yang dia gambarkan sebagai “petinju yang tidak sembarangan”, kita juga harus bersikap giat berlatih agar kita dapat menguasai sepenuhnya tubuh kita. Pertanyaannya adalah, siapa sebenarnya lawan kita? Dan bagaimana sikap kita seharusnya agar dapat bertahan dan tetap menang?

Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, karena Dialah yang memelihara kamu. Sadarlah dan berjaga-jagalah! Musuhmu, si Iblis, berjalan keliling seperti singa yang mengaum-aum, mencari orang yang bisa ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, karena kamu tahu bahwa semua saudaramu di seluruh dunia mengalami penderitaan yang sama” (1 Petrus 5:7-9).

Jika kita merujuk kepada apa yang Rasul Petrus tulis di atas, lawan kita adalah Iblis. Iblis memanfaatkan kekhawatiran kita sehingga kita menjadi lemah (tidak dapat menguasai diri) atau sikap sombong sehingga kita menjadi lengah (tidak berjaga-jaga). Iblis memanfaatkan kelemahan dan kelengahan kita sehingga pada akhirnya iman kita menjadi goyah dan terkalahkan. Kesimpulannya, tetaplah berlatih, tetaplah berjaga-jaga, tetaplah siaga, baik ada lawan maupun tidak, jangan lengah dan jangan sembrono. (DD)

Questions:
1. Menurut Anda, mengapa Rasul Paulus begitu fokus dan menganggap kehidupan pelayanannya seperti seorang petinju yang tidak sembarangan memukul?
2. Hal apa yang bisa membuat seorang pemberita Injil justru ditolak pada akhirnya?
Values:
Warga Kerajaan yang menyadari akan kasih sang Raja, akan memberitakan kasih itu kepada orang yang belum mengenal Sang Raja.

Kingdom Quotes:
Memberitakan Injil seharusnya tak seperti seorang calo Bus yang mencari penumpang, berharap orang naik Bus namun dirinya sendiri tertinggal