(5) Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari TUHAN yang besar dan dahsyat itu. (6) Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku datang memukul bumi sehingga musnah. MALEAKHI 4:5-6
Kita tidak bisa memilih dari keluarga mana kita dilahirkan, tetapi Tuhan memberikan kita sebagai gift (hadiah) kepada keluarga dimana kita dilahirkan. Oleh sebab itu kita harus mengerti bahwa keluarga itu juga yang menjadi gift dalam hidup kita. Entah permasalahan dan tragedi apa yang terjadi dalam keluarga yang harus kita lalui, jika kita percaya bahwa Tuhan tidak pernah salah menempatkan kita maka segala sesuatu yang kita alami, sekalipun itu sebuah penderitaan, kita bisa menyerahkannya kepada Tuhan untuk Dia bisa pulihkan kehidupan kita. Menurut Maleakhi, salah satu hal yang dapat mencegah hukuman Tuhan atas bumi adalah jika kita ditemukan ada dalam suatu ikatan keluarga yang asli, dimana bapa-bapa mengasihi anak-anaknya dan anak-anak memberikan hormat kepada orang tuanya.
Bagaimana membangun sebuah keluarga menjadi kuat?
(3) Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan, (4) dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik.
(AMSAL 24:3-4)
Ayat ini tidak berbicara mengenai cinta, bukan berarti cinta tidak perlu tetapi ketika kita ingin membangun rumah tangga dibutuhkan hikmat, pengetahuan dan pengertian disamping iman, pengharapan dan kasih. Sebelum memasuki kehidupan rumah tangga, terkadang kita kurang memperhatikan siapa orang yang akan kita bawa masuk ke dalam keluarga kita. Dibalut perasaan cinta dan romantika membuat kita lupa untuk mengenal siapa pasangan kita. Seiring berjalannya waktu kita mulai sadar dan permasalahan mulai timbul. Usia atau tingkat pendidikan seseorang serta banyaknya harta yang dimiliki bukan jaminan keberhasilan sebuah pernikahan. Oleh sebab itu sebelum kita memutuskan untuk masuk ke dalam kehidupan rumah tangga, kita harus benar-benar mengenal siapa pasangan kita.
Salah satu cara mengenal siapa calon suami/istri kita adalah dengan menyelidiki bagaimana hubungan dengan orang tuanya. Ketika berkunjung, perhatikan bagaimana sikap calon kita dalam berkomunikasi dan memperlakukan orang tuanya. Delapan puluh persen orang yang bermasalah dengan orang tuanya akan masuk ke dalam rumah tangga yang bermasalah. Keluarga asal adalah fondasi dari kelakuan atau sikap seseorang, karena fondasi tidak terlihat maka kita tidak bisa mengenal calon pasangan kita dalam waktu yang singkat.
Memang tidak ada keluarga yang sempurna di muka bumi ini, setiap keluarga memiliki permasalahan sendiri-sendiri, tetapi jika kita punya Yesus maka kita bisa menanganinya bersama-sama dan selalu ada jalan keluar. Kita harus bisa mengasihi anggota kita seperti Yesus mengasihi hidup kita. Perbedaan pendapat selalu ada tetapi jika kita membawa perbedaan itu sampai kepada sebuah permusuhan di dalam keluarga adalah sebuah kebodohan.
Mungkin kita bisa bersikap baik dan sopan kepada orang lain, tetapi kadang kita justru meledak-ledak menghadapi keluarga sendiri, entah itu kepada orang tua maupun anak-anak kita. Mengapa kita bisa bereaksi negatif terhadap salah seorang anggota keluarga kita? Yang membuat hubungan kita semakin jauh adalah keengganan dan kelalian kita menyelesaikan setiap permasalahan yang ada (Amsal 1:32). Kita berfikir bahwa seiring perjalanan waktu maka segalanya akan terselesaikan dengan sendirinya. Kata-kata maaf sangat penting dalam kehidupan kita. Kita harus bisa memotivasi diri untuk bereaksi yang positif dan belajar untuk merespon dengan benar setiap teguran yang ada (Amsal 1:23). Latih hidup kita untuk segera berdamai jika terjadi perselisihan ataupun perbedaan pendapat
Kadangkala apa yang sudah kita lakukan tidak mendapatkan respon atau reaksi balik yang benar dari pihak anggota keluarga kita. Kita harus tetap mengejar pendamaian, kalungkan kasih dan pengharapan dalan hidup kita. (Amsal 3:3-6). Jadilah tokoh pendamaian itu. Orang lain mungkin masih bersikap negatif terhadap kita, karena Tuhan akan memulihkan kita dengan cara-Nya sendiri. Akan ada respek dan pemulihan jika kita mau melakukan pemberesan hubungan yang bermasalah. Seseorang akan menjadi suami atau istri yang baik bagi keluarganya jika ia memiliki hubungan yang baik pula dengan orang tuanya.
Seorang anak harus bisa menghormati orang tuanya karena itulah perintah Tuhan yang disertai janji (Keluaran 20:12, Matius 15:4, Efesus 6:2) dan orang tua juga harus mengasihi anak-anaknya (Efesus 6:4, Kolose 3:21). Sering kali seorang anak bereaksi negatif terhadap sikap amarah orang tua yang keluar dari rasa kasih, anak salah menginterpretasikan tindakan orang tuanya. Jikalau anak tidak merasa dikasihi maka akan mudah sekali untuk memiliki rasa tidak hormat sebagai akibatnya. Tanpa kasih anak akan bereaksi tanpa respek terhadap orang tuanya dan tanpa respek maka orang tua akan bereaksi tanpa kasih kepada anak-anaknya. Dalam kediaman anak akan mengambil keputusan bahwa orang tuanya tidaklah mengasihi. Anak terluka dan mulai mencari figur lainnya untuk menghibur dan menyejukkan luka hatinya.
Ada tanda-tanda yang harus kita waspadai ketika anak tidak lagi memiliki kedekatan dengan orang tua. Kita harus menemukan sebab dari akibat atau realita yang ada untuk bisa memiliki hubungan yang baik antar anggota keluarga maupun hubungan orang tua anak. Kita tahu bahwa setiap orang tua akan mengorbankan nyawa bagi anak mereka. Namun kebanyakan dari orang tua tidak pernah menyatakan secara terang-terangan kasih mereka kepada anak-anaknya Sampai kapan orang tua bertanggung jawab atas perbuatan anak mereka? Dan sampai kapan anak-anak menyalahkan orang tua mereka atas permasalahan yang mereka hadapi?
Berhenti menyalahkan orang tua dan keluarga kita. Kita bertanggung jawab atas hidup kita sendiri. Kita harus memaafkan apapun yang telah orang tua atau anggota keluarga kita lakukan (Amsal 19:11), jangan memulai lagi pertengkaran. (Amsal 17:14). Berikan lebih banyak waktu untuk memperbaiki hubungan sehingga muncul waktu-waktu yang berkualitas bersama mereka sampai pemulihan terjadi dalam keluarga. Ambil keputusan untuk tidak kepahitan dengan siapapun yang kita anggap bertentangan karena pengampunan selalu tersedia di dalam Yesus.
Pilihan ada di tangan kita, kita bisa memilih untuk menjadi seperti apa? Jangan di kontrol oleh ekspektasi yang tinggi dari pribadi kita tetapi pilihlah menjadi orang benar yang telah ditebus dan dibenarkan oleh Kristus sehingga kita mampu melepaskan pengampunan kepada orang lain dan diri sendiri. Mengucap syukurlah kepada Tuhan sebab dimana saja dan dalam keluarga apa saja kita lahir, Tuhan memiliki rencana dan tujuan atas hidup kita untuk keluarga tersebut. Tuhan Yesus Memberkati. (RCH).