Godfidence In Contentment | Pdt. Johan Chrisdianto Teja

(11) Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri
(to be content) dalam segala keadaan.
(12) Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.  (13) Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (FILIPI 4:11-13)

Gereja harus berdampak kepada dunia ini. Jadi sebagai warga kerajaan Allah kita harus hidup memberikan pengaruh pada lingkungan kita dengan hanya mengandalkan Tuhan di dalam hidup kita. Nabi Yeremia menuliskan bahwa diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan dan yang menaruh harapannya pada Tuhan, tetapi sebaliknya “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan (Yeremia 17:5-8). Banyak orang percaya yang hanya menjadi Kristen hanya waktu di gereja saja. Begitu keluar dari gedung gereja hidupnya tetap kuatir dan tidak jauh beda dengan orang-orang dunia.

Kita tidak pernah mendengar seekor burung yang sedang hinggap pada sebuah ranting kecil jatuh karena ranting tesebut tidak mampu menahan berat burung tesebut. Keyakinan seekor burung tersebut tidak ditaruh pada kekuatan ranting yang dihinggapinya melainkan kekuatan sayapnya untuk terbang. Demikian juga dengan hidup kita, kita tidak bisa menyalahkan lingkungan, situasi dan keadaan yang terjadi di sekeliling kita karena keyakinan harus diletakkan pada Tuhan kita. Oleh sebab itu kita harus benar-benar memiliki Godfidence (Kepercayaan penuh kepada Tuhan) bukan pada self-confidence (kepercayaan pada diri sendiri).

Abraham Maslow dalam risetnya menuliskan bahwa hierarki kebutuhan manusia yang paling dasar adalah kebutuhan fisik seperti sandang, pangan dan papan, kemudian kebutuhan akan keamanan, memiliki dan kasih sayang, penghargaan dan yang tertinggi adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Manusia tidak akan merasa puas sekalipun semuanya itu sudah terpenuhi,   Namun Raja Daud berkata dalam Mazmurnya bahwa: “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku”. Ketika kita menjadikan Tuhan sebagai gembala kita maka kepuasan itu akan kita alami dan kita tidak lagi menginginkan hal-hal yang lain. Orang yang merasa puas, terkadang bukan tidak mampu membeli barang-barang mewah, tetapi ia lebih kepada rasa cukup sehingga kemewahan bukanlah hal yang utama.

Saat ini muncul sebuah istilah hedonic treadmill, yang berasal dari kata hedonic – yang artinya kegiatan bersenang-senang atau mencari kebahagiaan dan treadmill – yaitu alat fitness yang sering digunakan untuk olahraga jalan/lari di tempat. Jadi hedonic treadmill adalah sebuah tendensi level emosi kebahagiaan seseorang yang cenderung kembali ke asal, tidak berubah, tetap atau berada di tempat meskipun mencapai kesuksesan atau orang yang berlari dan mengejar sesuatu namun tetap berada di tempat sehingga orang tersebut tidak pernah merasa puas. Hal inilah yang dialami oleh wanita Samaria yang dijumpai Yesus di sumur Yakub ketika hendak menimba air (Yohanes 4). Sesungguhnya kepuasan kita hanya bisa diisi oleh pribadi Tuhan sendiri. Ketika wanita ini mengalami perjumpaan dengan Yesus dan minum air kehidupan yang Yesus berikan maka hidupnya terpuaskan dan diubahkan.

Kekuatan yang dialami oleh Rasul Paulus adalah kekuatan untuk mencukupkan diri dan puas dalam segala keadaan. Kekuatan dalam mencukupkan diri dalam segala keadaan merupakan:

TANDA KEDEWASAAN

Kedewasaan diukur bukan seberapa besar usia seseorang, melainkan seberapa besar dia dapat menerima tanggung jawab dan bersikap menghadapi persoalan hidup. Orang yang belum dewasa senantiasa komplain dan bersungut-sungut. Hidupnya tidak pernah merasa puas. Hal inilah yang dialami oleh bangsa Israel  sehingga Tuhan membawa dan memproses mereka di padang gurun agar mereka menjadi dewasa.

Tugas gereja adalah membawa jemaat menuju kepada kedewasaan (Kolose 1:28-29) sehingga jemaat memperoleh kekuatan untuk mencukupkan diri dalam segala keadaan. Orang yang dewasa dapat dinilai secara emosi, dari cara berkomunikasi, cara berfikir dan cara mengambil keputusan.

TANDA KERENDAHAN HATI

(28) Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu (29) Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. (30) Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan. (Matius 11:28-30)

Kita bisa letih lesu dan berbeban berat karena ego dan hawa nafsu kita sendiri. Kita mudah sekali terpancing dengan apa yang dimiliki oleh orang lain sehingga kita berusaha memenuhi ego kita tersebut dengan segala cara. Ganti beban kita dengan kuk yang yang Tuhan pasang yaitu disiplin rohani dan belajar dari Tuhan Yesus untuk tetap rendah hati. Yesus Kristus yang adalah Allah telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (Filipi 2:7-8).

JAGA HATI

“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
(Roma  12:1)

Ada orang yang memberi sesuai dengan kapasitasnya, ada pula orang yang memberi melebihi kapasitasnya, namun yang Tuhan mau adalah kita mempersembahkan hidup kita mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah. Selama kita bisa memberi maka kita adalah orang yang kaya. Tuhan Yesus memuji persembahan seorang janda miskin yang memberikan dua peser, yaitu satu duit sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya (Markus 12:44). Tanpa rasa cukup dan puas tidak mungkin janda miskin ini mampu memberikan seluruh uangnya, sebab hanya orang yang memiliki rasa cukup dan puas akan murah hati dan mampu memberi dengan sukacita. Banyak orang Kristen pergi ke gereja, tetapi sedikit yang pergi kepada Kristus. Bagaimana kita datang kepada Kristus? Dengan memperhatikan orang-orang yang kekurangan disekitar kita (Matius 25:42-43). Kita harus menjaga hati kita dari sifat iri hati. Kita tidak perlu iri ingin menjadi seperti orang lain, jaga hati dan tetaplah menjadi diri sendiri. Kita juga harus menjaga hati dari sifat tamak (over confidence).

Tuhan sudah mendesain hidup kita secara maksimal. Miliki kerendahan hati dan senantiasa jaga hati kita agar kita memiliki rasa cukup dan  kepuasan (to be content) di dalam hidup ini sehingga kita tidak perlu letih lesu dan berbeban berat karena ego kita. Kepuasan kita hanya ada di dalam Yesus (Godfidence in contentment). Amin. (RCH)