HAUS PUJIAN

HAUS PUJIAN 

Bacaan Setahun: 
Yer. 23-24 , Ibr. 5,  Mzm. 110 

“Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah. Ialah membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan.” (2 Korintus 3:4-6)

Penghargaan dan pujian menurut Abraham Maslow adalah kebutuhan penting manusia agar sehat secara jiwa. Apakah hal ini benar? Rasa percaya diri memang akan timbul bila seorang mendapat penghargaan dan pujian. Namun pujian yang berlebihan tentu tidak baik, orang bisa terlena dan kehilangan kesadaran akan realita kelemahannya bila semua orang terus memujinya. Kejatuhan orang besar terjadi karena para penasehatnya tak lagi berani menegur ataupun mengkritiknya. Hal ini terjadi karena kesombongan bisa muncul tanpa sadar, saat keberhasilan dan kesuksesan dicapai. Makin banyaknya orang menyampaikan pujian dan tepuk tangan, akan semakin membuat lupa daratan, ini sifat kedagingan manusia.

Kita perlu belajar sikap rasul Paulus, rasul Paulus adalah rasul yang luar biasa berhasil, bahkan karyanya tak lekang dimakan waktu. Salah satu buktinya separuh lebih dari kitab Perjanjian Baru adalah buah pikirannya. Buah pikiran yang dikirim sebagai surat penggembalaan ke berbagai jemaat di beberapa kota. Namun di dalam kesuksesannya menulis surat penggembalaan dan membangun banyak gereja, ia tetap rendah hati dan berkata: “Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah.

Satu sikap yang perlu dicontoh oleh kita semua khususnya para hamba Tuhan yang sukses di dalam pelayanan di gereja. Dengan jelas Rasul Paulus berkata bahwa ia tidak perlu seperti guru-guru yang lain yang harus menunjukkan surat pujian atau surat rekomendasi supaya dapat diakui karyanya dalam membangun jemaat gereja. Cukup bukti bahwa jemaat yang ia bangun dapat dikenal kebaikannya dan dapat dibaca oleh semua orang. Hal ini seperti tertulis di dalam 2 Korintus 3:1-2, “Adakah kami mulai lagi memujikan diri kami? Atau perlukah kami seperti orang-orang lain menunjukkan surat pujian kepada kamu atau dari kamu? Kamu adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang.”

Dengan jelas Paulus menyatakan cukup orang lain melihat hasil pelayanannya melalui sikap ‘anak-anak rohaninya’ yang berubah menjadi lebih baik. Tidak perlu minta pengakuan ataupun pujian. Bagaimana dengan kita, bisakah kita bersikap seperti rasul Paulus yang tidak haus pujian? (DD)

Questions:
1. Apa akibat dari banyaknya kita menerima pujian?
2. Mengapa di dalam pelayanan kita tak seharusnya berharap menerima pujian?

Values:
Warga Kerajaan haruslah rendah hati sehingga tidak berharap pujian manusia.

Kingdom’s Quotes:
Banyaknya pujian membutakan hati kita sehingga berakibat kita menjadi sombong dan gila pujian.