IDENTITAS DIRI YANG TERHILANG | Pdt. Thomas Tanudharma

Tuhan Yesus adalah Pribadi yang mengasihi orang berdosa tetapi membenci dosa. Orang Farisi dan Ahli Taurat tidak bisa mengerti dengan pemikiran Tuhan Yesus. Sehingga perumpaman-perumpamaan yang tertulis di dalam Lukas 15 merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam hati orang Farisi dan Ahli Taurat.

 

Dalam Lukas 15, ada 3 cerita yang Tuhan Yesus sampaikan dalam bentuk perumpamaan. Pertama tentang dirham yang hilang. Ada 10 dirham, lalu hilang 1 dirham. Diceritakan bahwa dicarilah yang 1 dirham itu dan meninggalkan yang 9 dirham. Dirham adalah gambaran orang yang terhilang, yang tidak tahu jalan pulang, tidak tahu cara bertobat. Tuhan Yesus menunjukkan bahwa orang yang terhilang ini harus dicari dan ketika ditemukan kembali, menimbulkan sukacita besar. Yang terhilang kedua yaitu tentang perumpamaan domba yang hilang. Ada 100 ekor domba, tetapi yang 1 ekor domba hilang, maka dicarilah 1 ekor domba yang terhilang itu dengan meninggalkan yang 99 ekor domba. Domba yang terhilang ini gambaran tentang seseorang yang sudah menerima Tuhan Yesus, namun dia terhilang karena terseret arus dunia. Dia sadar dirinya berdosa namun dia tidak tahu cara kembali untuk bertobat. Orang yang terhilang ini tetap dicari oleh Tuhan Yesus. Dari dua perumpamaan ini memiliki arti yang sama tentang orang berdosa yang harus dicari agar mereka kembali dan bertobat. Firman Tuhan di Luk 15:10, “Aku berkata kepadamu, demikian juga ada sukacita di antara para malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat.”

Perumpamaan ketiga tentang anak yang ilang. Anak yang hilang ada 2 yaitu si Bungsu dan si Sulung. Yang terhilang ke-tiga yaitu si Bungsu. Diceritakan bahwa si bungsu terhilang setelah meminta harta warisan dari ayahnya, lalu pergi berfoya-foya. Dia tidak hanya menikmati kebebasan menggunakan harta tetapi juga kebebasan melakukan sesuatu, bebas dari ayahnya. Dia bebas melakukan segala keinginannya. Namun ketika masa sukar, seluruh hartanya habis, tidak ada lagi makanan, dan bahkan untuk makan ampas babi saja tidak ada orang yang memberikan kepadanya. Saat itulah dia teringat akan keadaan di rumahnya, terbayang orang upahan ayahnya saja berlimpah makanan. Sebagai anak harusnya dia tidak menderita. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke rumah Bapanya. Anak bungsu gambaran dari orang yang sudah hidup dalam kebenaran, sudah mengerti kebenaran tapi terhilang. Anak bungsu tidak dicari, berbeda dengan dirham yang hilang dan domba yang hilang. Tetapi Bapanya selalu menantikan kepulangan si bungsu. Waktu si bungsu kembali pulang, ayahnya memeluknya dan menerimanya kembali tanpa bertanya-tanya atau menyalahkan perbuatannya yang lalu. Bapanya justru memberikan cincin dan kasut, memakaikan jubah dan memotong lembu, mengadakan pesta atas kepulangan si bungsu. Si bungsu yaitu gambaran dari orang yang terhilang, dia sadar kalau dirinya terhilang dan dia tahu jalan untuk pulang. Si bungsu tidak dicari oleh Bapanya, tetapi dinantikan kepulangannya. Bapa yang penuh kasih selalu menunggu dan merindukan anak bungsu yang terhilang. 

Lalu yang terhilang ke-empat adalah anak sulung. Anak sulung tidak pernah meninggalkan bapanya, dia tidak pernah terhilang secara fisik. Tetapi yang terhilang dari anak sulung ini adalah identitas dirinya. Mari kita belajar dari Lukas 15:25-32 tentang anak sulung yang terhilang. Perumpamaan bukanlah kisah nyata, tetapi kita harus gali dan pelajari maksud di balik perumpamaan itu. Pelajaran yang dapat diambil dari anak sulung yang terhilang:

 

Mengerjakan Tanggung Jawab atau Kewajibannya Tanpa Kasih
(Luk. 15:25, 29a; Yun. 4:1-4)

Anak sulung sangat rajin bekerja di ladang. Anak sulung ini sangat taat, tidak pernah melanggar perintah bapanya. Dia lakukan tugas dan tanggung jawab dengan konsisten selama bertahun-tahun, namun tanpa kasih. Tanpa kasih kepada bapanya dan juga adiknya. Sama seperti nabi Yunus, yang melakukan tugas untuk memberitakan pertobatan ke Niniwe. Ketika penduduk Niniwe bertobat, justru Yunus marah kepada Tuhan. Yunus melakukan perintah Tuhan tetapi tanpa kasih. Kasih dan kebenaran tidak bisa dipisahkan. Kasih tanpa kebenaran adalah sebuah kenajisan/kejahatan. Kebenaran tanpa kasih adalah sebuah kemunafikan. Kita sebagai anak Tuhan, baiklah kita melakukan tanggung jawab dan tugas pelayanan tidak hanya dengan ketaatan dan kesetiaan tetapi juga didasari oleh kasih. Kasih kepada Bapa di sorga dan kasih kepada jiwa-jiwa yang terhilang.

 

Mengukur Kasih Hanya Dengan Materi/Harta Duniawi (Luk. 15:29b)

Luk 15:29-30 “Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.” Anak sulung ini selalu membandingkan apa yang diterima oleh adiknya dengan apa yang diterimanya. Orang yang identitasnya terhilang akan mengukur kasih Tuhan dengan materi/harta duniawi. Tuhan memberikan talenta sesuai dengan kemampuan/kapasitas kita. Namun percayalah kalau kita setia dengan perkara kecil, maka Tuhan akan percayakan perkara yang lebih besar kepada kita.

 

Kurang Memahami Kasih Bapa tentang Pertobatan (Luk. 15:30; Ams. 14:30 (BIS))

Luk. 15:30 “Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.” Anak sulung ini sama seperti nabi Yunus yang tidak senang melihat pertobatan. Tuhan memang membenci dosa tetapi Tuhan sangat mengasihi orang berdosa. Tuhan selalu memberikan kesempatan untuk bertobat. Tuhan sanggup memulihkan anak bungsu. Tuhan sanggup mengubah Saulus menjadi Paulus.

 

Kekecewaan Bisa Menimbulkan Pemberontakan (Luk. 15:26-28)

Luk. 15:26-28 “Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia.” Hubungan hati anak sulung dengan bapanya sangat jauh, terlihat anak sulung mencari informasi tidak langsung bertanya kepada bapanya, justru bertanya kepada hambanya. Orang yang kehilangan identitas dirinya akan selalu merasakan kekecewaan dan berujung kepada pemberontakan.

 

Tidak Bersyukur Terhadap Penyediaan dan Masa Depan (Luk. 15:31)

Bapanya mengingatkan si sulung bahwa hidupnya selalu bersama-sama dengan dia. Segala kepunyaan bapa adalah kepunyaannya juga. Mari warga Kerajaan Allah tetaplah bersyukur atas segala yang Tuhan sudah berikan, percaya akan penyediaan Tuhan dan bersabarlah atas hal-hal yang belum kita terima. Sebab Tuhan akan memberikan tepat sesuai waktu Tuhan. Tuhan Yesus memberkati kita semua. (RJ)