Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” (Yosua 24:15).
Yosua tidak tiba-tiba saja memiliki keyakinan tersebut, tetapi ia memilikinya di usia yang sudah tua, yaitu menjelang akhir hidupnya. Sebagai pemimpin Yosua bisa menaruh harapannya pada posisi kepemimpinannya, pasukannya, perlengkapan senjatanya, atau pada komunitasnya. Namun ia memilih untuk menaruh keyakinannya pada kesetiaan Tuhan.
Untuk mengukur kecerdasan seseorang, dahulu orang memakai tes IQ, saat ini ada alat ukur yang jauh lebih berguna yaitu tes AQ (Adversity Quotient) yang bisa mengukur kekuatan seseorang dalam menghadapi tantangan. Ada 3 poin dalam tes AQ, yang menentukan mengapa seseorang bisa menghadapi tantangan, yaitu:
Keberhasilan di masa lalu. Dengan mengingat keberhasilannya di masa lalu, seseorang bisa yakin bahwa ia pasti bisa menghadapi tantangan saat ini.
Kemenangan orang lain menjadi inspirasi untuk melangkah. Seseorang bisa berpikir: “Sama-sama makan nasi, sama-sama berbahasa Indonesia, kalau dia bisa berarti sayapun bisa”.
Support system, yaitu dukungan dari tempat di mana kita berada. Ada kelompok yang orang-orangnya berpikir negatif dan menghisap energi kita, tapi ada juga kelompok yang memberi energi/semangat kepada kita dengan selalu berkata: “Kamu pasti bisa”.
Sebab TUHAN, Allah kita, Dialah yang telah menuntun kita dan nenek moyang kita dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan, dan yang telah melakukan tanda-tanda mujizat yang besar ini di depan mata kita sendiri, dan yang telah melindungi kita sepanjang jalan yang kita tempuh, dan di antara semua bangsa yang kita lalui. (Yosua 24:17).
Yosua mengerti bahwa bukan karena kemenangan-kemenangan masa lalu, bukan juga dari kemenangan atau strategi jenderal-jenderal lain, juga bukan karena dukungan orang-orang di sekitarnya, tetapi ia bisa bertahan semata-mata karena percaya kepada Allah (Godfidence).
Apakah kita seperti Yosua, tetap beribadah, percaya dan mengggantungkan hidup kepada Tuhan?
Sebab TUHAN, Allah kita, Dialah yang telah menuntun kita dan nenek moyang kita dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan, dan yang telah melakukan tanda-tanda mujizat yang besar ini di depan mata kita sendiri, dan yang telah melindungi kita sepanjang jalan yang kita tempuh, dan di antara semua bangsa yang kita lalui. (Yosua 24:17).
Tuhanlah yang telah menuntun kita. Dia selalu menuntun umat-Nya. Abraham dituntun Tuhan, setelah ia menerima janji-Nya. Namun janji kepada Abraham tidak digenapi dalam 1 atau 2 hari. Karena begitu lama menunggu, mungkin Abraham dan istrinya berkata: “Apakah Allah lupa akan janji-Nya?”
Dari ayat di atas kita bisa belajar bahwa:
Allah setia akan Firman-Nya. Allah tidak hanya memerintahkan bangsa Israel, tetapi juga menuntun, sekalipun mereka memberontak dan bersungut-sungut. Tuhan tidak meninggalkan Israel, tetapi yang sering terjadi Israel-lah yang meninggalkan Tuhan. Allah menuntun Israel seperti seorang bapak menuntun anaknya.
Kita mungkin sering bertemu dengan orang-orang yang mengingkari janjinya, tapi tidak demikian dengan Tuhan. Sekalipun doa-doa kita belum dijawab, jangan tinggalkan jam-jam doamu.
Hal pertama yang disampaikan Yosua:
Ingatlah kesetiaan Tuhan.
Ingatlah kuasa Tuhan.
Allah berkuasa untuk melakukan Firman-Nya.
Sebab TUHAN, Allah kita, Dialah yang telah menuntun kita dan nenek moyang kita dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan, dan yang telah melakukan tanda-tanda mujizat yang besar ini di depan mata kita sendiri, dan yang telah melindungi kita sepanjang jalan yang kita tempuh, dan di antara semua bangsa yang kita lalui. (Yosua 24:17).
Perjalanan bangsa Israel tidaklah mudah. Allah mendemonstrasikan tulah ke-10 secara supranatural. Jika saat itu Tuhan memakai virus untuk membunuh anak-anak sulung, tentu virus itu secara supra natural bisa memilih atau membedakan mana anak sulung, mana yang bukan. Demikian juga secara supranatural tembok Yerikho jatuh ke arah dalam, hal ini tidak mungkin terjadi karena gempa biasa. Apapun perkataan orang atas hidup kita, tetaplah beribadah kepada Tuhan, karena Allah setia dan Ia adalah Allah yang penuh kuasa. Amin. (VW).