JOYFUL GOD

Bacaan Setahun: 
Nah. 2-3 
Mrk. 7 

JOYFUL GOD 

“Kamu dilindungi oleh TUHAN Allahmu yang perkasa. Kamu menang karena kuasa-Nya. TUHAN gembira dan bersukacita karena kamu, dalam kasih-Nya diberi-Nya kamu hidup baru. Karena kamu, Ia bernyanyi gembira seperti orang yang sedang berpesta.” Kata TUHAN, “Malapetaka yang mengancam kamu Kutiadakan. Kehinaanmu telah Kuhapuskan. (Zef 3:17-18 ) – BIS

Erma Bombeck salah seorang penulis pernah menggambarkan kekakuan religus dalam cerita berikut: Suatu hari minggu di Gereja, saya sedang memperhatikan, seorang anak kecil yang memutar badannya kekanan dan kekiri dan tersenyum pada semua orang. Ia tidak bersendawa, tidak meludah, tidak bersenandung, menendang dan menyobek buku nyanyian atau mengacak-acak tas ibunya. Ia cuma tersenyum. Akhirnya, ibunya menarik dan dengan bisikan yang cukup keras untuk memenuhi sebuah teater kecil di Broadway, berkata, “Hentikan cengiran itu! Kamu ada di gereja!” Lalu memukulnya dan saat itu air mata mengalir di pipi anak itu, ia menambahkan, “Begitu lebih baik,” dan ia kembali berdoa.

Saya ingin memeluk anak yang berlinang air mata ini dan menceritakan padanya tentang Tuhan Yesus adalah Tuhan yang gembira, Tuhan yang tersenyum. Tuhan yang pasti memiliki rasa humor untuk bisa menciptakan orang-orang seperti kita.

Karena tradisi, orang mengenakan iman dengan kekhusyukan orang berkabung, dengan topeng Tragedi. Konyol sekali, pikir saya. Wanita ini duduk di sebelah satu-satunya cahaya yang tersisa dalam peradaban kita– satu-satunya harapan, satu-satunya mujizat kita, satu-satunya janji keabadian kita. Kalau ia tidak boleh tersenyum di gereja, kemana lagi harus pergi?

Berapa sering kita juga mempersepsikan Tuhan juga demikian? Tuhan sering digambarkan sebagai pribadi yang cool, susah ekspresi, kaku, tak pernah tersenyum, sehingga saat kita datang kepadaNya kita pun harus ikutan kaku, formal, takut salah bicara atau bersikap di hadapanNya. Akibatnya hubungan kita dengan Tuhan menjadi sebuah hubungan yang kaku, dingin.

Kita sering lupa bahwa Allah kita mengidentifasikan diriNya sebagai Bapa bagi kita. Relasi Bapak Anak (yang wajar) tentunya memberi ruang-ruang ekspresi yang lebih terbuka, karena ikatan hubungannya didasarkan pada prinsip-prinsip kasih dalam relasi dan bukan sekedar pada peraturan etika yang kaku.

Hal ini tentunya tidak dimaksudkan untuk membuat kita bersikap kurang ajar, tetapi sikap kekakuan yang keliru justru melenyapkan kegembiraan dan sukacita dalam membangun hubungan penuh cinta kepada Tuhan.

Sama seperti orang tua yang sering tertawa, bergembira karena melihat perilaku anak kecilnya yang lucu saat bermain, berjalan, atau berekspresi, demikianlah Allah kita juga adalah pribadi yang penuh dengan sukacita karena kasihNya kepada kita. Mari nikmati kasih dan sukacitaNya karena IA sangat mengasihi kita, dan bangunlah relasi yang penuh sukacita, rasa humor di antara sesama anak-anakNya. Amin (HA)

Questions:
1. Menurut Anda, apakah Tuhan adalah Tuhan yang humoris?
2. Mengapa kita harus gembira saat menghadap kepada-Nya?

Values:
Allah kita adalah pribadi yang penuh dengan sukacita karena kasihNya kepada kita.

Kingdom Quote:
The Joy of The Lord is Our Strength