KAFIR YANG TIDAK MUNAFIK

KAFIR YANG TIDAK MUNAFIK 

Bacaan Setahun: 
Amos 7-9, Mzm. 90 

“Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, hatinya tergerak oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya, lalu membalut luka-lukanya setelah menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian, ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri dan membawanya ke tempat penginapan untuk merawatnya” (Lukas 10:33-34).

Kita semua pernah mendengar cerita perumpamaan tentang seorang Samaria yang baik hati. Cerita ini disampaikan oleh Tuhan Yesus untuk menjelaskan makna “sesama manusia”. Intinya, ada seorang yang sedang melakukan perjalanan dari Yerusalem ke Yeriko, namun ia dirampok habis-habisan sehingga kehilangan harta dan tubuhnya terluka parah. Seorang imam dan seorang Lewi melewati tempat kejadian tanpa memberikan pertolongan, hanya seorang Samaria, yang pada saat itu dianggap sebagai orang kafir, yang memberikan pertolongan. Pertanyaannya, mengapa imam dan Lewi, yang memiliki pemahaman yang baik tentang nilai kebenaran dan mengajarkannya, justru tidak memberikan pertolongan?

Ternyata, ada jarak antara apa yang kita pahami dan ajarkan dengan apa yang kita lakukan. Jika peristiwa ini terjadi di kota Yerusalem yang ramai, mungkin imam atau Lewi akan memberikan pertolongan dengan cepat. Namun, karena perampokan terjadi di jalan yang sepi, tidak ada orang yang akan melihat kebaikan mereka jika mereka memberikan pertolongan. Jadi, karakter atau sifat asli seseorang akan terlihat saat perbuatan baiknya tidak terlihat oleh orang lain. Pada dasarnya, orang akan bersedia menolong atau berbuat baik jika mereka mendapat keuntungan dari perbuatan baik tersebut. Status seseorang sebagai rohaniawan (imam dan Lewi), yang memiliki pemahaman yang baik tentang kebenaran, bukanlah jaminan bahwa mereka akan bertindak sesuai dengan apa yang mereka ajarkan.

Pesan ini mengajarkan kepada kita bahwa walaupun kita banyak belajar Firman Tuhan, jika kita tidak mempraktikkan kebenaran Firman yang kita pahami, maka pemahaman kita tentang kebenaran tidak memiliki arti. Kita akan dianggap sebagai orang yang munafik. Istilah “munafik” atau “hypocrite” mengacu pada seseorang yang berperan seperti seorang aktor, yang hanya berperan sesuai karakter yang diperankan saat di atas panggung. Mereka berperan dengan tujuan ditonton banyak orang, dan tentu saja, jika mereka berhasil memainkan peran dengan baik, mereka akan mendapat pujian dan imbalan yang besar.

Seorang Samaria, bukan seorang rohaniawan, namun seorang praktisi kebenaran, mungkin dianggap sebagai kafir oleh budaya saat itu, sebuah gelar yang tidak terhormat. Namun, ia adalah garam yang sebenarnya, ia tidak terlihat, mereknya tidak dikenal, ia menolong dengan diam dan tanpa pamrih. Ia menunjukkan kasih melalui perbuatan. Tidak ada tepuk tangan, pujian, atau imbalan yang ia cari. Ia hanya seorang Samaria tanpa nama, seorang kafir yang tulus, dan seorang kafir yang tidak munafik. (DD)

Questions:
1. Apa arti kata “hypocrite”? Mengapa orang Kristen bisa menjadi munafik?
2. Bagaimana sikap yang seharusnya kita miliki?

Values:
Warga Kerajaan seharusnya mengikuti teladan Sang Raja, yaitu tetap berbuat baik dalam setiap keadaan.

Kingdom Quotes:
Perbuatan jahat terhadap diri sendiri adalah melakukan perbuatan baik hanya ketika ada orang yang melihatnya.