Kalimat ‘mengasihi satu dengan yang lain (love one another)’ seringkali disalahartikan. Bahkan kalimat ini dipakai untuk mengecilkan arti dosa. Di dunia Barat, kata berselingkuh diperhalus dengan kata ‘swinging’ (berayun). Kata dosa diperhalus dengan kata ‘addiction’. Istilah ‘eksploitasi seksual’ diganti dengan kata ‘adult entertainment’.
Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.
(Yohanes 13:34)
Tuhan menghendaki agar level kasih kita kepada orang lain sama dengan level kasih Kristus kepada kita, yaitu ketika Dia mengampuni tanpa syarat semua dosa kita di kayu salib. Ketika kita menerima pengampunan dosa, saat itu juga kasih Ilahi ditempatkan-Nya dalam diri kita. Itu adalah modal kasih yang ditempatkan-Nya dalam diri kita, sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bisa mengasihi orang lain.
Kasih karunia menyertai semua orang, yang mengasihi Tuhan kita Yesus Kristus dengan kasih yang tidak binasa. (Efesus 6:24)
Kasih Tuhan sifatnya kekal. Jika kita banyak melayani Tuhan, jangan berpikir bahwa kita semakin dikasihi Tuhan. Cara kerja kasih Tuhan bukan dari luar ke dalam, tetapi dari dalam diri kita ke luar.
Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. (Matius 5:23-24)
Saat memberikan persembahan, jangan langsung menari bersukacita, tapi lakukan rekonsiliasi dan bereskan dulu hubungan yang rusak dengan sesama, karena hal ini jauh lebih penting daripada persembahan kita.
“Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar. Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir.” (Amos 5:21-24)
Kegagalan dalam mengampuni mendatangkan konsekuensi yang lebih ekstrim lagi, yaitu hukuman dan murka Allah. Orang yang tidak mau mengampuni akan mengeluarkan hormon buruk ‘kortisol’, bahkan beberapa bisa menyebabkan kanker. Saat akan mengampuni, katakanlah: “ Tuhan, secara pribadi aku tidak sanggup, tapi Tuhan berikanlah aku kekuatan”.
Perintah baru dari perintah lama.
Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (Matius 22:37-39)
Untuk bisa mengasihi orang lain, pertama-tama harus mengasihi diri sendiri dahulu. Mengasihi diri sendiri artinya bisa menerima, menghargai dan berdamai dengan diri sendiri. Seringkali suami dan istri bertengkar karena salah satu belum berdamai dengan dirinya sendiri. John Maxwell berkata masalah utama di gereja bukanlah tentang doktrin, tetapi ‘insecurity’ (rasa tidak aman) seorang pemimpin.
Kadangkala orang terikat atau dibelenggu oleh rasa minder, misalnya karena kondisi fisik yang tidak sesuai harapannya. Namun kebenaran di dalam Kristus sanggup memerdekakan kita dari belenggu ini.
Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib. ( 1 Petrus 2:9)
Jangan percaya perkataan orang lain atau perkataan diri sendiri tentang diri kita, tapi percayalah apa yang dikatakan Firman bahwa kita adalah ciptaan baru di dalam Kristus Yesus.
Konsekuensi lain ketika kita gagal dalam mentaati Tuhan untuk mengampuni adalah hidup dalam kecemaran dosa (Roma 1: 17-27).
Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka. (Roma 1:24)
Seringkali kita bukan dihukum oleh Tuhan, melainkan kita sendiri yang ‘datang kepada penghukuman’ itu. Ayat di atas dapat diartikan Tuhan berkata: ”Ya sudah, terserah kamu”. Karena itu, mari lepaskan kasih kepada orang-orang yang membutuhkan.
Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya (1 Yohanes 4:20).
Saat kita bernyanyi “I love You, Lord” bisa saja Tuhan katakan kepada kita: “Pendusta!” yaitu ketika kita masih menyimpan kebencian kepada sesama kita.
Sebaliknya, ketika kita bersedia mengampuni, maka Tuhan menyediakan berkat-berkat-Nya (Mazmur 133):
Berkat Tuhan dicurahkan. Bukan hanya materi, tetapi damai sejahtera, sukacita melimpah, kesehatan, awet muda.
Pengurapan dicurahkan, dengan sebuah tujuan, yaitu untuk melayani Tuhan dan sesama. (Lukas 4:18).
Kehidupan untuk selama-lamanya. Doa Bapa kami diakhiri dengan sebuah peringatan: “Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Matius 5:16).
Menjadi berkat dan keteladanan bagi dunia.
Amin. (VW)