MAKAN UNTUK HIDUP ATAU HIDUP UNTUK MAKAN?

MAKAN UNTUK HIDUP ATAU HIDUP UNTUK MAKAN? 

Bacaan Setahun: 
Zak. 9-11 , Rm. 16 

“Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semua itu untuk kemuliaan Allah.” (1 Korintus 10:31)

Dalam Kitab Kejadian, manusia diperintahkan Tuhan untuk berbuah dan untuk itu Tuhan sediakan makanan. Jadi makanan itu adalah sarana/berkat untuk kita berbuah. Celakanya, makanan jugalah yang pertama membuat manusia jatuh dalam dosa.

Jika kita renungkan, banyak di antara kita yang terlahir sehat, tapi pada saat meninggal, cukup banyak yang meninggal tidak dalam keadaan sehat. Artinya dalam hidup kita, baik karena pilihan maupun karena situasi, mungkin ada pilihan-pilihan kita yang mengakibatkan kita mengalami sakit (“dis-ease” yang arti bakunya ketidak-mudahan). Memang ada beberapa yang penyebabnya faktor genetik, tapi riset sekarang menemukan bahwa epigenetik bisa mengurangi efek faktor tersebut. Yang mempengaruhi epigenetik antara lain pola tidur, makanan, gerakan (olahraga), dan sikap hidup kita (bersyukur, dan lain-lain).

Sebenarnya awalnya baik, manusia yang dulunya hunter-gatherer menjadi pengolah tanah (agrikultur). Manusia belajar mengawetkan untuk musim sulit, perjalanan panjang maupun perang dengan cara-cara tradisional. Selanjutnya saat masuk ke era industri, makanan tak luput dari kemajuan jaman. Makin lama proses pengolahannya makin panjang, dengan dalih supaya awet, murah, hemat waktu, dan seterusnya. Tanaman dan hewan diberi berbagai zat kimia supaya cepat gemuk dan menghasilkan. Banyak zat ini yang akhirnya masuk ke tubuh kita. Serat yang sangat dibutuhkan dihancurkan. Padahal fungsi serat ini amat banyak, antara lain mengatur kadar gula dan memastikan bakteri baik di usus kita mendapat makanan. Bakteri inilah yang akan mempengaruhi imunitas dan banyak hormon dalam tubuh kita, termasuk hormon lapar (ghrelin), kenyang, (leptin), senang (dopamine dan serotonin).

Kadang, makanan dibuat semata-mata untuk menyenangkan indra kita. Jadi dalam prosesnya ditambah gula, ditambah minyak, diberi warna, dibuat extra empuk atau crispy, diawetkan pakai zat kimia, diberi pewangi, penguat rasa, dan lain-lain. Dan karena proses itu menghancurkan banyak nutrisi yang kita perlukan, lalu ditambahkan vitamin dan mineral supaya kelihatan sehat, padahal tubuh belum tentu bisa memprosesnya. Makanan tidak lagi dimakan untuk memenuhi kebutuhan hidup supaya sehat, kuat dan produktif.

Bukan berarti kita tidak boleh makan enak, ya?! Sebenarnya, perkataan orang dulu bahwa bumbu paling enak sedunia itu adalah rasa lapar itu benar adanya. Saat anda terlatih berpuasa dan mengenali rasa lapar yang sebenarnya (true hunger), bahkan ubi rebus tanpa tambahan apapun rasanya sudah enak bukan main. Sayang makin jarang manusia yang pernah merasakannya. Kita dihimbau untuk makan tiga kali sehari, kalau sempat bahkan diselingi 2 snack. Padahal riset membuktikan bahwa orang dengan berat badan normal saja bisa bertahan berhari-hari tanpa makanan. Memang sulit untuk melakukan dengan sempurna, tapi paling tidak, kita bisa merubah paradigma kita dan berusaha kembali ke prinsip Tuhan saat menciptakan makanan bagi kita. (SOS)

Questions:
1. Siapa yang diuntungkan kalau kita mengkonsumsi makanan tidak sehat?
2. Ambillah waktu sejenak setiap akan makan/minum. Apakah tubuh kita benar-benar butuh makanan tersebut?

Values:
Setiap kita mengkonsumsi sesuatu, kita melawan penyakit ATAU memupuk penyakit.

Kingdom’s Quotes:
Eat your food as your medicine. Otherwise, you have to eat medicine as your food.” Steve Jobs