MEMANDANG DENGAN PARADIGMA ALLAH

MEMANDANG DENGAN PARADIGMA ALLAH 

Bacaan Setahun: 
Mzm. 80 , Yeh. 19-20 

“Lalu Allah berfirman: “Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?” (Yunus 4:10-11)

Paradigma merupakan cara pandang orang terhadap diri dan juga lingkungannya yang akan memengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (behaviour). Jika kita membaca kitab Yunus, Pasal pertama dimulai dengan ‘datanglah Firman Tuhan kepada Yunus untuk pergi ke Niniwe dan berseru terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada Tuhan.’ Namun Yunus tidak memandang Niniwe dengan paradigma Allah, melainkan ia memandangnya dengan kebencian dan iri hati. Niniwe adalah ibukota Asyur, suatu bangsa yang sangat fasik, kejam dan dursila. Bangsa Israel membenci orang Asyur dan memandang mereka sebagai ancaman besar. Paradigma inilah yang membuat Yunus mengambil keputusan untuk lari dari hadapan Tuhan dan mengambil jalannya sendiri pergi ke Tarsis jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN.

Yunus adalah seorang nabi Tuhan. Sebagai seorang nabi ia seharusnya menyampaikan Firman Allah dengan setia pada pendengarnya. Predikatnya sebagai nabi Tuhan tidak menjamin bahwa Yunus mengerti isi hati Tuhan. Tanda orang yang semakin jauh daripada Tuhan adalah hatinya menjadi dingin dan hidupnya semakin turun. Yunus mulanya turun ke dalam ruang kapal yang paling bawah dan berbaring di situ, lalu tertidur dengan nyenyak. Saat itu Tuhan mengirimkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar, sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur.

Periksa kehidupan kita apakah kita semakin turun dan semakin menjauh dari Tuhan? Banyak orang percaya seperti Yunus yang melayani tanpa kasih dan tidak peduli, disaat orangorang akan tenggelam dan binasa secara rohani dalam badai kehidupan, ia justru tidur nyenyak. Disaat kasih Tuhan tertuju pada sebuah bangsa yang besar, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tidak bisa membedakan tangan kanan dari tangan kiri atau membedakan yang benar dan yang salah, Yunus justru melihatnya dengan kebencian.

Masyarakat yang belum mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kondisinya terpisah dari Allah oleh karena dosa. Kehidupan mereka tidak jauh berbeda dengan bangsa Niniwe. Mereka membutuhkan kita sebagai warga Kerajaan yang telah menerima kasih Allah untuk membangun jembatan dan menyampaikan kebenaran Firman Tuhan sehingga mereka bisa menjadi orang percaya dan menjadi bagian dalam kerajaan Allah. Layani mereka dengan kasih dan gunakan paradigma Allah yang penuh dengan belas kasihan terhadap jiwa-jiwa yang terhilang sehingga Amanat Agung Kristus tergenapi melalui hidup kita. (RSN)

Questions:
1. Pelajaran apa yang bisa kita ambil melalui kisah Nabi Yunus?
2. Bagaimana kita melayani dengan paradigma Allah?
Values:
Kisah Yunus mengingatkan kita sebagai duta besar Kerajaan Allah untuk menunaikan tugas panggilan pergi memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa yang belum mengenal Kristus.

Kingdom’s Quotes:
Kita bisa melayani tanpa kasih, tetapi kita tidak bisa mengasihi tanpa melayani jiwajiwa yang terhilang sampai mereka berbalik kepada Tuhan.