MEMBANGUN JEMBATAN DALAM KOMUNITAS KERAJAAN

MEMBANGUN JEMBATAN DALAM KOMUNITAS KERAJAAN 

Bacaan Setahun: 
Yeh. 40, Kis. 4 

“Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir.” (1 Korintus 1:10)

Apa yang mendasari pembangunan sebuah jembatan (building bridges)? Karena ada jarak Ayang memisahkan antara satu tempat ke tempat yang lainnya. Biasanya kedua tempat tersebut terpisahkan oleh sebuah sungai atau laut. Nah, agar dapat terhubung dibangunlah sebuah jembatan. Tidak bisa dipungkiri, terkadang di dalam kehidupan berkomunitas kita jumpai ada jarak yang memisahkan antara golongan jemaat yang satu dengan golongan jemaat yang lainnya, sehingga terjadi kesenjangan sosial. Apakah ini yang Tuhan kehendaki? Tentu tidak! Komunitas yang Allah kehendaki bukan untuk mengkotak-kotakkan golongan, bukan untuk membanding-bandingkan, melainkan justru untuk mempersatukan, dan membangun kehidupan jemaat yang harmonis di dalam keberagaman.

Mari kembali kepada kehidupan jemaat mula-mula. Apa yang membuat mereka dapat hidup bersatu, seia sekata, sehingga jumlah mereka tiap-tiap hari ditambahkan? Ya, mereka membangun jembatan (building bridges) untuk menghubungkan gereja (para rasul) dan masyarakat pada masa itu. Kisah Para Rasul 2:41-42 mencatat, “orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis……, mereka bertekun di dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa”. Wow, ini luar biasa! Kita harus meneladani apa yang mereka lakukan, menciptakan sebuah komunitas yang bersatu harmonis, tanpa adanya gap.

Bagaimana caranya agar kita dapat membangun jembatan yang dapat menghubungkan antara golongan jemaat yang satu dengan golongan jemaat yang lain sehingga mereka dapat hidup harmonis? Ini yang bisa kita teladani dari kehidupan jemaat mula-mula: membangun kesatuan hati, memiliki gaya hidup memberi dengan sukacita, memiliki gaya hidup bersyukur. Semua dimulai dari kita hamba-hamba Tuhan dan anak-anak Tuhan yang dapat dipercaya di gereja lokal masing-masing. Isi kepala yang berbeda, keinginan yang berbeda, karakteristik yang berbeda, melebur jadi satu di dalam kesatuan hati. Ada pribadi-pribadi yang mau mati terhadap ego, mati terhadap ambisi pribadi, dan mati terhadap mencari keuntungan pribadi, untuk kepentingan bersama.

Gaya hidup suka memberi adalah jembatan yang paling efektif membawa kehidupan kita bisa terasa dekat dengan seseorang. Bila semua orang melakukan hal yang sama, maka bisa kita bayangkan betapa manis dan solidnya kehidupan berjemaat. Orang-orang memberi karena saling mengasihi, tidak ada gap di antara mereka. Jembatan berikutnya adalah gaya hidup bersyukur. Menanamkan gaya hidup bersyukur kepada jemaat, menjadikan kita bisa saling menerima kelebihan dan kekurangan di dalam berjemaat. Tidak menjadi susah melihat orang senang, dan tidak menjadi senang melihat orang susah. Mari praktikkan dan rasakan manfaatnya. (LA)

Questions:
1. Mengapa di dalam sebuah komunitas diperlukan building bridges?
2. Bagaimana caranya mengatasi kesenjangan di dalam kehidupan berjemaat/berkomunitas?
Values:
Kasih dan kerendahan hati memampukan setiap kita untuk mengimplementasikan building bridges di dalam kehidupan berjemaat/berkomunitas.

Kingdom’s Quotes:
Rangka yang kuat dan dasar yang kokoh adalah faktor penentu pembangunan sebuah jembatan, sehingga dampak dan manfaatnya dapat dirasakan untuk jangka panjang.