MENARA BABEL
Bacaan Setahun:
Yeh. 23-24 , 1 Tim. 2
“Sebab itu nama kota itu disebut Babel, karena di situlah TUHAN mengacaukan bahasa seluruh bumi dan dari situlah mereka disebarkan ke seluruh bumi.” (Kejadian 11:9 – AYT)
Kisah Menara Babel dalam Kejadian 11:1-9 adalah bukti yang kuat tentang kesombongan manusia dan konsekuensinya. Sejak kejatuhan (Kejadian 3), natur dosa telah mendorong manusia untuk memberontak terhadap kehendak Allah. Bahkan setelah air bah (Kejadian 7-8), yang seharusnya menjadi peringatan akan kuasa dan penghakiman Allah, tapi manusia masih tetap berusaha melawan-Nya.
Keinginan untuk memberontak ini terwujud dalam rencana membangun kota dengan menara yang mencapai langit. Motivasi mereka jelas: “marilah kita membuat nama bagi kita” (Kejadian 11:4). Ini menunjukkan kesombongan dan keinginan untuk meninggikan diri, bertentangan dengan perintah Allah untuk merendahkan diri (Yakobus 4:10). Lebih lanjut, mereka tidak ingin tersebar ke seluruh bumi, langsung menentang perintah Allah untuk “memenuhi bumi” (Kejadian 1:28, 9:1). Tujuan tersembunyi mereka mungkin juga untuk melindungi diri dari air bah di masa depan, menunjukkan ketidakpercayaan mereka pada janji Allah (Kejadian 9:11)
Namun, seperti yang dinyatakan dalam Amsal 19:21, “Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana.” Allah menggagalkan rencana mereka dengan mengacaukan bahasa mereka, memaksa mereka untuk menyebar ke seluruh bumi sesuai dengan kehendak-Nya. Charles Spurgeon dalam bukunya “Morning and Evening Devotions” mengingatkan, “Kita tidak boleh membangun menara untuk diri sendiri, tetapi kita harus membangun menara untuk Tuhan.” Ini menegaskan bahwa segala usaha kita harus ditujukan untuk kemuliaan Allah, bukan diri sendiri (1 Korintus 10:31).
Kisah Babel masih relevan hari ini. Banyak orang masih berusaha “membangun nama” bagi diri sendiri, mencari ketenaran dan kekuasaan dengan mengorbankan kehendak Allah. Namun, Alkitab mengingatkan kita bahwa “Setiap orang yang meninggikan diri akan direndahkan dan setiap orang yang merendahkan diri akan ditinggikan” (Lukas 14:11). Ada perbedaan antara orang benar dan orang fasik. Kita harus mencontoh Yesus yang, meskipun setara dengan Allah, mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba (Filipi 2:6-7). Kita harus mencari kemuliaan Allah, bukan kemuliaan diri sendiri (Yohanes 7:18).
Marilah kita belajar dari kesalahan mereka yang ambisius membangun menara Babel. Alih-alih membangun monumen kesombongan, mari kita membangun hidup yang memuliakan Allah. Seperti yang Paulus nasihatkan, “Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku” (2 Korintus 11:30). Dengan kerendahan hati dan ketaatan pada kehendak Allah, kita dapat menjadi saluran berkat bagi dunia. (DH)
Questions:
1. Bagaimana kita dapat mengutamakan kemuliaan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari kita?
2. Apakah kita bersedia menyerahkan agenda dan ambisi kita untuk melayani Tuhan?
Values:
Kita tidak boleh membangun menara untuk diri sendiri, tetapi kita harus membangun menara untuk Tuhan.
Kingdom’s Quotes:
Kemuliaan Tuhan harus menjadi tujuan utama dalam segala yang kita lakukan.