Mengapa Tuhan Membentuk Keluarga? | Pdt Rubin Adi Abraham

Keluarga adalah ide dari Allah dalam Kejadian 1:26-28 Keharmonisan hubungan ketritunggalan Allah (Bapa, Anak, Roh Kudus) ditransfer ke bumi melalui keluarga dalam relasi bapa, ibu dan anak. Ikatan pernikahan seumur hidup menggambarkan hubungan Kristus dan gereja-Nya dan  umat-Nya (Efesus 5:32). Married is not contract or commitment, It is covenant, suatu perjanjian Illahi. Allah sebagai saksi yang mengokohkan bahkan dapat memulihkan pernikahan.

 

Tujuan Allah membentuk pernikahan/keluarga:

 

Merasakan dan menyalurkan kasih Bapa

Di Eden Allah menjalin hubungan mesra dengan manusia. Keluarga yang harmonis cerminan dan mencerminkan kasih Allah. Alami dan salurkan kasih-Nya. Penting sekali semua anggota keluarga berperan meningkatkan suasana kasih dalam keluarga. Kasih menyatukan dan mengatasi perbedaan. Kasih adalah kata kerja diwujudkan dalam lima bahasa kasih.

Kata-kata Kasih/Words of Affirmation. Gunakan kata-kata positif, yang membesarkan hati, ramah, bukan sebaliknya kata-kata negatif menuduh, menghina, kasar, (Efesus 4:29) (Kolose 4:6).

Pelayanan Kasih/Acts of Service. Perbuatan, pertolongan nyata bukan hanya dengan perkataan. (1 Yohanes 3:18, Yakobus 2:15-17).

Pemberian Kasih/Receiving Gifts. Orang merasa dikasihi ketika diberi sesuatu seperti hadiah, oleh-oleh, uang, diajak liburan, dll.

Sentuhan Kasih/Physical Touch

Markus 10:16 Yesus memberkati anak-anak. Berikan pelukan kasih pada keluarga. Setiap orang memerlukan sentuhan kasih.

Waktu Berkualitas/Quality Time

Sediakan waktu khusus, hadir dengan perhatian penuh, dengarkan orang curhat.

 

Melengkapi satu sama lain (Kejadian 2:18)

Suami isteri diciptakan untuk saling melengkapi. Ada perbedaan antara pria dan wanita. Wanita memakai perasaan dan mementingkan hubungan. Pria lebih memakai pikiran dan mementingkan pekerjaan. Wanita menikmati proses dan lebih ingat masa lalu. Sedangkan pria pandangannya untuk mencapai sasaran dan suami lebih cepat lupa peristiwa masa lalu tetapi fokus pada masa depan. Oleh sebab itu penting memahami kebutuhan pasangan Filipi 2:4. Mari kita perhatikan kebutuhan suami dan isteri.

 

Kebutuhan wanita:

Kasih, Efesus 5:25 wanita perlu kasih sayang, jangan terjadi KDRT.

Komunikasi, terbuka. Wanita perlu komunikasi yang terbuka.

Keuangan, 1 Timotius 5:8.

Komitmen keluarga, beri waktu untuk keluarga, isteri dan anak-anak.

 

Kebutuhan Pria:

Dipuaskan secara seksual. 1 Korintus 7:3-4.

Didampingi oleh pasangan yang menarik.

Didukung, ditolong oleh isteri.

Dihormati, Efesus 5:33.

 

Melahirkan keturunan Illahi. (Kejadian 1:28; Maleakhi 2:15a)

Di dalam keluarga orang tua memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan anak dan membimbingnya untuk mereka takut akan Tuhan. Keluarga juga berperan penuh dalam mendidik anak-anak dengan ajaran dan nasihat Tuhan (Efesus 6:4) agar cinta Tuhan (Yosua 24:15) dan punya karakter Illahi. Anak juga harus menghormati orang tua (Efesus 6:1-3).

 

Keluarga yang disfungsional menyebabkan gambaran kasih Bapa Sorgawi rusak/kabur. Peneliti John Hopkins (Growing Up Without a Father) mengemukakan gadis remaja yang hidup dalam keluarga tanpa ayah, 60% cenderung melakukan hubungan seks sebelum nikah dibanding dengan mereka yang hidup dalam keluarga lengkap. Ketiadaan peran Bapa menimbulkan masalah dalam keluarga dan masyarakat. Studi terhadap 39 gadis anorexia nervosa (penyakit tidak teratur makan) menghasilkan 36 orang dari mereka tidak memiliki hubungan yang dekat dengan ayah.

 

Ketiadaan peran Bapa menimbulkan masalah:

70% penghuni panti rehabilitasi kenakalan remaja, berasal dari keluarga tanpa ayah.

Remaja wanita tanpa bapa kemungkinannya 3 kali lebih banyak melakukan hubungan seksual sebelum umur 15 tahun.

Prediktor utama terjadinya kekerasan dan pencurian di masyarakat: keluarga tanpa bapa.

85% remaja yang dipenjara berasal dari keluarga tanpa bapa.

63% remaja yang bunuh diri berasal dari keluarga tanpa bapa.

90% anak-anak yang lari dari rumah dan tak ada tempat tinggal, berasal dari keluarga tanpa bapa.

80% pemerkosa yang dilatarbelakangi kemarahan berasal dari keluarga tanpa bapa.

 

Survey dari Dr. Armand Nicholi: Ketidakhadiran bapa secara fisik/emosional mengakibatkan:

Rendahnya visi dan motivasi untuk mencapai sesuatu (cita-cita).

Rendahnya nilai hidup. Mengejar kenikmatan sesaat tanpa memikirkan akibat.

Rendahnya gambar diri.

Tingginya angka kenakalan karena pengaruh kelompok.

 

Bapa yang berperan membentuk keluarga sehat.

70% anak putus sekolah adalah anak tanpa bapa tetapi keterlibatan bapa dalam pendidikan anak dapat meningkatkan prestasi anak.

Keluarga yang tinggal di lingkungan kriminal namun keluarga rukun dan bapa berperan baik maka 90% anak dari keluarga itu tak alami kenakalan remaja.

Perintah mendidik anak diberikan kepada bapa dan oleh dibantu ibu (Ulangan 6:4-7)

Survey bapanya rohani, kemungkinan anaknya rohani 70% dibandingkan dengan ibu yang rohani 30%

 

Perlu pemulihan hubungan bapa dan anak (Maleakhi 4:5-6) Bapa “dating”lah dengan anakmu. Mari saudara perhatikan kehidupan keluargamu karena dari sanalah akan tercipta kebahagiaan. Tuhan Yesus memberkati. (RJ)