Menyibak Identitas Mandataris Sang Raja | Pdt. Steve Retraubun

Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.
(Kisah Para Rasul 4:33)

Ada dua penyediaan Tuhan, yang menunjukkan betapa beratnya tantangan yang dihadapi gereja di akhir zaman:

Kuasa yang besar.

Ini diberikan karena tantangan yang dihadapi juga besar, dan disertai tanggung jawab yang besar yaitu supaya kita bisa bersikap ofensif terhadap tantangan.

Hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.
Kasih karunia adalah kemampuan dari Allah untuk bisa melakukan apa yang sebenarnya tidak sanggup kita lakukan. Kasih karunia diberikan kepada kita sebagai tanah liat, sehingga kita bisa bersikap defensif terhadap tantangan.

Kedua hal di atas paralel dengan Wahyu 6:6 di mana kesusahan dan kesukaran melekat dalam kehidupan, menjelang kedatangan Kristus yang kedua. Di masa itu upah satu hari hanya cukup untuk membeli makanan satu hari dan sama sekali tidak ada uang lebih untuk membeli keperluan lain.

Jika mengingat kisah ketika orang-orang Israel dibuang di Babel, dalam keadaan yang sukar, mereka melupakan pujian dan penyembahan, yaitu dengan menggantungkan kecapi. Namun orang-orang di Babel meminta mereka menyanyikan lagu pujian bagi Tuhan. Ini adalah gambaran bahwa sekalipun umat Tuhan ada dalam kesukaran, namun dunia tahu bahwa umat Tuhan memiliki terang dan sukacita Tuhan. Karena itu mari aktivasi nyanyian sukacita.

Ketika Adam jatuh dalam dosa, maka kekuasaan hilang dari manusia, sehingga sekarang kekuasaan menjadi sesuatu yang diburu orang, baik secara individu maupun secara kelompok. Menjadi mandataris Sang Raja adalah bagian dari proses pemulihan.

Kristus itu harus tinggal di sorga sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya yang kudus di zaman dahulu.
(Kisah Para Rasul 3:21)

Arti kata pulih adalah dikembalikan kepada kondisi awal. Namun untuk bisa kembali kepada kondisi awal jalannya tidak mudah. Ada dua tantangan yang dihadapi:

Pintu yang sesak dan jalan yang sempit. (Matius 7:13-14)
Hanya bisa dilalui jika kita mau menanggalkan semua beban kehidupan, sehingga bisa masuk melewati pintu yang sesak dan jalan yang sempit itu.

Ada beberapa Kerub (malaikat) menjaga jalan ke pohon kehidupan dengan pedang yang menyala-nyala. (Kejadian 3:24)
Hanya bisa dilalui jika kita berjalan pergi ke Taman yang berisi pohon kehidupan bersama-sama dengan sang Pemilik Taman. Ketika malaikat yang membawa pedang yang menyala-nyala itu melihat sang Pemilik Taman datang, maka mereka tidak hanya membukakan pintu, tapi juga memberikan  hormat, baik kepada sang Pemilik Taman maupun kepada kita yang berjalan bersama dengan Dia. Dan penghormatan kepada pemilik Taman tentu bukan penghormatan yang ‘remah-remah’.

Tetapi kamu akan menerima kuasa,  kalau Roh Kudus  turun ke atas  kamu, dan kamu  akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (Kisah Para Rasul 1:8)

Kuasa yang diberikan kepada kita bukanlah untuk memerintah secara absolut sekarang, namun untuk menjadi saksi. Bagi Tuhan yang penting adalah kepada siapa mandat tersebut diberi.

 

Menjadi mandataris bukan karena kita anggota gereja ROCK, namun karena memiliki identitas ber-DNA bangsawan kerajaan sorga, yaitu karena hubungan secara roh.

Panggung kesaksian kita bukanlah di panggung gereja yang indah, namun dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebagai contoh panggung kesaksian Rasul Paulus adalah ketika terdampar di pulau Malta dan bagaimana gigitan ular tidak membinasakannya. Panggung kesaksian Musa ketika ia memilih bergabung dan menderita dengan umat Allah, daripada menikmati kehidupan bersama para bangsawan Mesir yang memiliki tanda ular di mahkota kepala mereka.

Kita masing-masing harus memiliki pengalaman pribadi bersama Tuhan yang menjadi panggung kesaksian dalam kehidupan kita. Menjadi saksi tidaklah mudah. Secara hukum, seorang hanya dapat disebut saksi, ketika ia mendengar, melihat atau mengalami sendiri kejadian yang ia saksikan itu. Itulah sebabnya untuk menjadi saksi bagi Kristus kita harus memiliki pengalaman pribadi dengan Dia.

Kitab Kisah Para Rasul tidak ada kalimat penutupnya, ini berarti bahwa kita sebagai warga kerajaan Allah harus melengkapinya melalui panggung kesaksian kita. Ini sejalan dengan kitab Yohanes 2:25  

Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu. (Yohanes 2:25)

Rasul Petrus pernah mengalami krisis identitas, di kitab Yohanes 21:7 dikatakan ia tidak mengenali Tuhan Yesus dalam jarak 200 hasta (90 meter), dan saat itu ia tidak berpakaian. Saat itu ia bisa datang menyambut Yesus karena diberitahu oleh murid yang mengasihi Yesus (Yohanes) yang mengenali Yesus terlebih dahulu. Ada dua hal yang bisa dipelajari di sini yaitu, kita harus menyambut Tuhan dengan jubah kekudusan, dan jagalah hidup kita agar selalu dekat dengan orang yang mengasihi Tuhan.

 

Mengerti identitas kita hanya bisa didapat di dekat salib Yesus. Di dekat saliblah pertama kali diajarkan tentang divine family, yaitu ketika Yesus berkata di Yohanes 19:26:

Yesus melihat ibu-Nya. Ia juga melihat pengikut yang dikasihi-Nya berdiri di situ. Kemudian Dia berkata kepada ibu-Nya, “Ibu, ini anakmu!”  Dan Dia berkata kepada pengikut-Nya, “Ini ibumu!” Dan sejak saat itu pengikut itu menerima ibu-Nya di rumahnya. (Yohanes 19:26-27)

Di masa  ini kita harus berjaga-jaga karena ‘Mega Proyek’ nya iblis adalah menghancurkan keluarga-keluarga umat Tuhan, yaitu menghancurkan hubungan suami-istri dan menghancurkan hubungan orang tua dengan anak. Karena itu milikilah identitas yang benar sebagai mandataris Allah. Kita adalah umat yang berharga di hadapan Allah. Jika lukisan termahal di dunia berharga 6,4 trilyun rupiah, kita jauh lebih berharga karena dilukis di telapak tangan-Nya Tuhan (Yesaya 49:16) dan dijadikannya dahsyat dan ajaib (Mazmur 139:13-14). Amin. (VW).