ORANG YANG TEPAT

ORANG YANG TEPAT 

Bacaan Setahun:

Kis. 13:1-25, Yos. 18-19, Ayub 29

“Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain.” (2 Timotius 2:2)

Seorang hamba Tuhan, ketika berbicara tentang relasi antara kekuasaan, moralitas, dan etika, mengutip pernyataan Abraham Lincoln: “Hampir semua orang dapat bertahan dalam kesulitan, tetapi jika kita ingin menguji karakter seseorang, berikanlah dia kekuasaan.” Kekuasaan dalam konteks ini mencakup posisi, jabatan, atau wewenang dalam dunia kerja. Ketika Tuhan Yesus menjawab Pilatus bahwa ia tidak memiliki kuasa apa pun terhadap-Nya jika kuasa itu tidak diberikan kepadanya dari atas (Yohanes 19:11), kata ‘kuasa’ yang digunakan adalah exousia, yang bermakna hak istimewa, kekuasaan, atau otoritas.

Ungkapan “orang yang tepat di tempat yang tepat” tidak hanya berarti menempatkan seseorang sesuai dengan kemampuan, keahlian, pengalaman, dan pendidikannya, tetapi juga mengacu pada tanggung jawab serta moralitas yang tinggi. Lantas, apa yang terjadi jika kekuasaan berada di tangan yang salah?

Alkitab memberikan banyak contoh tentang penyalahgunaan kekuasaan yang berakibat buruk. Kejatuhan manusia (Kejadian 3) terjadi karena Adam dan Hawa, yang diberi kuasa atas ciptaan Tuhan, menyalahgunakan kehendak bebas mereka, sehingga umat manusia jatuh ke dalam dosa. Raja Saul, raja pertama Israel yang dipilih Tuhan, kehilangan tahtanya karena ketidaktaatan dan kesombongan (1 Samuel 15:11). Raja Ahab dan Izebel (1 Raja-Raja 21) menyalahgunakan kekuasaan dengan melakukan penyembahan berhala, penindasan, dan ketidakadilan, yang membawa kehancuran. Raja Nebukadnezar, yang sangat berkuasa, menjadi sombong dan mengira bahwa kejayaan kerajaannya adalah hasil usahanya sendiri. Akibatnya, ia dihalau dari antara manusia dan hidup seperti binatang, makan rumput seperti lembu, serta tubuhnya basah oleh embun dari langit (Daniel 4:33).

Kisah-kisah dalam Perjanjian Baru juga mengajarkan pentingnya kerendahan hati serta kesadaran bahwa semua kekuasaan dan kedudukan tinggi adalah milik Allah, yang hanya dipercayakan kepada manusia untuk digunakan dengan bijak.

Warga Kerajaan yang terkasih, di musim ini, saat kita menanggapi seruan untuk meratakan gunung kesombongan dan bukit keangkuhan dengan mempraktikkan kerendahan hati, marilah kita meminta pertolongan Roh Kudus agar senantiasa diingatkan bahwa kekuasaan atau kedudukan yang dipercayakan Tuhan harus digunakan sesuai panggilan-Nya. Kekuasaan diberikan bukan untuk bertindak sewenang-wenang atau menyalahgunakan otoritas, melainkan untuk menjadi berkat bagi sesama. Kita dipanggil untuk berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup rendah hati di hadapan Tuhan (Mikha 6:8), sebab kekuasaan sejatinya tidak akan pernah kita miliki jika tidak diberikan dari atas (Yohanes 19:11). (YL)

Questions:

1. Mengapa raja Saul yang sebelumnya terlihat tidak percaya diri dan bersembunyi di antara barangbarang (1 Samuel 10:22) menjadi sombong?
2. Apakah perintah yang diberikan Tuhan Yesus lewat pengajaran kepemimpinan hamba?

Values:

Kekuasaan dan kedudukan di tangan orang yang tidak tepat tanpa kerendahan hati, kebenaran dan kebijaksanaan, akan berpotensi mendatangkan malapetaka.

Kingdom’s Quotes:

Dan seketika itu juga ia ditampar malaikat Tuhan karena ia tidak memberi hormat kepada Allah; ia mati dimakan cacing-cacing. (Kisah Para Rasul 12:23)