PARADIGMA PEMIMPIN YANG MELAYANI

Bacaan Setahun: 
Yer. 29-30 
Ibr. 7 

PARADIGMA PEMIMPIN YANG MELAYANI 

Kata Yesus: “Apa yang kaukehendaki?” Jawabnya: “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.” (Matius 20:21)

Ketika Indonesia mengalami pergolakan reformasi di tahun 1997-1998, tokoh-tokoh reformasi mencetuskan suatu sikap perlawanan kepada pemerintahan orde baru, yaitu perlawanan atas sikap korupsi, kolusi dan nepotisme, yang sering disebut dengan akronim: KKN. Semangat anti KKN lahir di era reformasi karena masyarakat Indonesia sudah jenuh dan muak akan maraknya KKN di tubuh pemerintahan saat itu. Korupsi merajalela ketika banyak oknum pejabat yang memperkaya diri dengan menggunakan dana, fasilitas dan kewenangan negara yang ada padanya untuk keuntungan pribadi mereka. Belum lagi kolusi yang ditandai dengan pemberian keistimewaan bagi pihak-pihak tertentu yang “dekat” dengan pemerintah. Apalagi nepotisme, yaitu ketika oknum pejabat mengutamakan keluarga terdekatnya untuk menempati berbagai posisi strategis di pemerintahan. 

Rupanya sikap KKN ini sudah lama tercatat dalam Alkitab, bahkan nampak pula dalam kisah pelayanan Tuhan Yesus di bumi. Dalam bacaan kita di Matius 20:20-21 ternyata ibu dari kedua oang murid terdekat Tuhan Yesus, yaitu Yakobus dan Yohanes, datang menemui Tuhan Yesus. Sekilas sang ibu nampak sangat sopan, bahkan sampai bersujud di hadapan Tuhan Yesus, memohon agar Tuhan Yesus memberikan kedudukan khusus kepada kedua anaknya kelak di dalam Kerajaan-Nya. Maksud sang ibu sepertinya mulia, karena ingin agar kedua anaknya menikmati kekuasaan dalam Kerajaan Allah, namun cara dan tujuannya keliru. Mengapa demikian? Karena dalam ayat 22 Tuhan Yesus menjawab sang ibu secara bijak, yakni bukan dengan mengiyakan atau menolak permohonannya tersebut, melainkan dengan memberikan suatu pengertian dan syarat dari posisi yang diminta oleh sang ibu tersebut, yaitu meminum cawan, maksudnya menanggung penderitaan.

Yakobus dan Yohanes secara gegabah pun spontan langsung menjawab bahwa mereka sanggup, namun dalam ayat 23 Tuhan Yesus menegaskan bahwa posisi tersebut hanya disediakan bagi orang-orang yang dipilih oleh Allah Bapa.

Permohonan ibu dari Yakobus dan Yohanes ini merupakan upaya kolusi dari upaya Yakobus dan Yohanes yang saat itu hanya menginginkan menikmati kekuasaan dan segala fasilitas pemerintahan, sehingga jelas membuat kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada kedua saudara itu. Saat itu sebenarnya mereka semua sama-sama menginginkan hal yang sama dengan Yakobus dan Yohanes, tanpa mengerti apa makna dari Kerajaan Allah yang sejati. Akhirnya dalam ayat 25-27 Tuhan Yesus menjelaskan bahwa Kerajaan Allah bukanlah mengenai nikmatnya berkuasa, dihormati orang banyak atau hidup dalam fasilitas pemerintah, melainkan menjadi hamba dan melayani orang lain. Bahkan Tuhan Yesus memberikan contoh dirinya sendiri yang datang ke bumi bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Wow, sungguh suatu paradigma yang terbalik dari paradigma pada umumnya. 

Sebagai seorang pejabat penegak keadilan di Indonesia, saya membayangkan seandainya semua pegawai dan pejabat negara sama-sama memiliki paradigma pemimpin yang melayani, maka mereka tidak akan memandang pangkat, jabatan, kewenangan dan fasilitas yang dipercayakan Negara kepada mereka sebagai suatu previllage atau keuntungan yang bisa dinikmati, melainkan sebagai kepercayaan bagi seorang hamba untuk melayani tuannya, yakni rakyat Indonesia. Niscaya mereka akan menghindari keinginan untuk melakukan KKN. Selamat hari anti korupsi. Tuhan memberkati Pemerintah Indonesia (YMH)

Questions:
1. Apakah yang membuat kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes?
2. Bagaimana Tuhan Yesus menggambarkan kepemimpinan dalam Kerajaan Allah?

Values:
Paradima kepemimpinan dalam Kerajaan Allah adalah melayani sesama.

Kingdom Quote:
“Leadership is not about control but service. It’s not about power but empowerment.”  Dr. Myles Munroe