SANTO AGUSTINUS SANG RASIONALIS
Bacaan Setahun:
Mzm. 17 ,Ayb. 30, Rm. 1
“Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” (Roma 13:13-14)
Santo Agustinus adalah seorang bapa gereja yang terkenal, Agustinus dilahirkan pada tanggal 13 November 354 di Tagaste, Aljazair, Afrika Utara (dahulu wilayah jajahan Romawi). Ayahnya bernama Patrisius pegawai Romawi, seorang kafir. Ibunya bernama Monika, seorang Kristen yang saleh. Monika mendidik ketiga putera-puterinya dalam iman Kristen. Namun demikian, menginjak dewasa Agustinus mulai berontak dan hidup liar, ia hidup dengan seorang wanita tanpa ikatan pernikahan.
Ia seorang yang cerdas sehingga mengikuti aliran Manikeisme. Suatu aliran yang menolak keberadaan Allah dan mengutamakan rasionalisme (semacam free thinker saat ini). Ia belajar filsafat dan retorika, ia menjadi pengajar di Kartago dan Tagaste. Ia melalang buana ke Roma, dan pada akhirnya saat ia berumur 29 tahun ia menjadi mahaguru filsafat di Milan. Di sana ia bersahabat dengan St Ambrosius uskup Milan. Persahabatan dengan St Ambrosius memengaruhinya, ia merasa kosong walau hidup foya-foya dan pandai dalam filsafat.
Pada akhirnya Ia mengalami pertobatan. Ada dua versi cerita pertobatannya. Yang pertama, ia menangis dalam kesedihan di sebuah taman karena merasa hatinya kosong, ia melihat seorang anak kecil “berteriak ambil dan bacalah”. Ia mulai membaca Alkitab membukanya dan membaca dan tepat pada kitab Roma 13:13-14, gambaran yang tepat seperti cara hidupnya saat itu.
Versi yang kedua, di dalam keadaan yang hampa ia pergi ke pantai, di sana ia melihat seorang anak kecil yang sedang membuat lubang di pasir dan mengisinya dengan air laut. Lalu Agustinus bertanya kepada anak ini, apa yang sedang kau lakukan? Aku sedang menguras air laut dan memasukkan ke dalam lubang yang kubuat. Agustinus tertawa dan menjawab, itu adalah perbuatan absurd, perbuatan irasional. Sekejap anak ini hilang, Agustinus tersadar inilah cara berpikirnya, ia irasional, ia absurd karena ingin mengerti Allah yang tak terbatas melalui pikirannya yang terbatas.
Sejak saat itu arah hidupnya berubah. Krisis di dalam hidupnya berakhir, ia dibaptis oleh uskup kota Milan sahabatnya, St Ambrosius. Setelah itu ia kembali ke Afrika utara dan menjadi uskup di kota Hippo.
Pelajarannya adalah tidak salah berpikir rasional bahkan sangat penting untuk mempunyai cara berpikir rasional dan logis dalam kehidupan ini, tetapi adalah irasional kalau kita ingin mengerti semua kebenaran tentang Allah dengan rasionalitas kita yang terbatas. Anda setuju? (DD)
Questions:
1. Mengapa kita harus berpikir rasional?
2. Bisakah dengan rasionalitas kita memahami eksistensi Allah?
Values:
Warga Kerajaan dapat memahami kebesaran Sang Raja karena merasakan kehadiran-Nya yang nyata di dalam hidupnya.
Kingdom’s Quotes:
Allah yang tak terbatas dapat dipahami oleh otak kita yang terbatas jika menambahkan iman di dalamnya.