Self Confidence VS Godfidence | Pdt. Thomas Tanudharma

(5) Beginilah firman TUHAN: “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! (6) Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk.  (7) Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!, (8) Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah. (Yeremia 17:5-8)

Memasuki Bulan Juni, Gereja mengusung tema “Godfidence In Influence”. Melalui tema ini, setiap daripada kita diharapkan menjadi pribadi yang berpengaruh. Sebagai warga Kerajaan Allah, kita tidak boleh membiarkan diri kita terpengaruh oleh hal-hal duniawi, tetapi sebaliknya kita-lah yang harus bisa mempengaruhi dunia.

Ayat tersebut hendak menjelaskan bahwa Self Confidence adalah kehendak yang salah dan pelanggaran di mata Tuhan. Hidup kita hendaknya bergantung sepenuhnya kepada Allah sebagai sumber kehidupan sejati kita dan bukan berdasarkan kekuatan kita sendiri. Mungkin kita merasa tertarik memiliki sesuatu yang kita idamkan tetapi meleset dari apa yang kita kehendaki, hal ini patut menjadi pertanyaan apakah peristiwa tersebut dilalui dengan mengandalkan kekuatan sendiri ataukah bergantung kepada Allah seturut kehendak-Nya? Bagaimana kita bisa menjadi pribadi yang bergantung sepenuhnya kepada Allah?

MENGENAL

(5) Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. (6) Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.” (Ayub 42:5-6)

(32) tetapi umat yang mengenal Allahnya akan tetap kuat dan akan bertindak
(
Daniel 11:32)

Mengenal adalah hal yang memerlukan sebuah kedekatan. Mengenai hal mengenal, seringkali kita menceritakan kebaikan Tuhan, tetapi kita belum mengalami perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi. Perjumpaan dengan Tuhan seringkali ditemui melalui masalah, maka jika kita mengalami permasalahan hidup hendaknya kita menggunakan kesempatan tersebut untuk berjumpa dengan Tuhan. Seperti halnya Ayub, ia mengenal Allah melalui setiap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

MEMPERCAYAI

(18) Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: ”Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” (19) Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. (20) Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, (21) dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. (22) Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. (Roma 4:18-22)

Seseorang tidak akan mempercayai orang lain apabila belum mengenalnya. Jika kita tidak mengenal dengan sungguh dan hanya sekadar tahu, maka kita tidak akan pernah percaya dengan orang tersebut. Hal ini juga senada dengan letak kepercayaan kita kepada Tuhan. seringkali kita merasa sulit percaya kepada-Nya karena kita kurang mengenal Tuhan dan hubungan yang tidak intim kepada-Nya.

MENGASIHI

Jawab Yesus: ”Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. (30) Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. (31) Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.” (Markus 12:29-31)

Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Ulangan 8:17-18)

Kita akan sulit mengasihi Tuhan apabila kita tidak mulai mengenal dan mempercayai-Nya. Karenanya, kita harus memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan melalui setiap aspek kehidupan kita. Orang yang mengasihi juga adalah orang yang melihat suatu masalah bukanlah sebagai beban sebab kuasa Tuhan menopang orang percaya.

MENTAATI

(23) Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. (24) Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya. (25) Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya. (Yakobus 1:23-25)

Sebagai warga Kerajaan Allah, kita tidak mampu menghidupi Firman Tuhan dan menjadi pelaku Firman jika kita tidak melalui 3 fase “M” sebelumnya (Mengenal, Mempercayai, Mengasihi). Ketaatan adalah hal yang dituntut oleh Allah untuk kita ditempa dan dibentuk seturut kehendak Tuhan dan hidup sesuai dengan kebenaran Firman-Nya.

MENTAATI

(29) Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (Roma 8:29)

(5) Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia. (6) Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup. (1 Yohanes 2:5-6)

Serupa dengan Kristus adalah tujuan setiap orang percaya sebab orang tersebut akan memiliki Godfidence dalam kehidupannya. Allah mendorong kita untuk hidup dalam kebenaran sabda-Nya untuk menjadi serupa dengan gambaran anak-Nya yaitu Kristus Tuhan sang Juruselamat

Orang yang punya Self Confidence tidak otomatis memiliki Godfidence tetapi orang yang memiliki Godfidence juga mempunyai Self Confidence, sebab dia percaya akan pemeliharaan Allah dalam setiap aspek kehidupannya. Amin. (AHHP)