SELF CONTROL
Bacaan Setahun:
Yer. 16-17
Mzm. 92,Ibr. 2
Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya.” (Amsal 25:28)
Sejak periode Juli 2022 hingga saat ini Indonesia diperhadapkan dengan sebuah peristiwa yang mengejutkan, di mana seorang pimpinan tinggi kepolisian yang diduga melakukan tindakan pembunuhan berencana kepada seorang ajudan pribadinya. Ketika kasus ini terungkap dan beberapa tersangka utamanya ditangkap, tersangka utama dan juga dalang dari pelaku penembakan ini menyebutkan bahwa motif dari peristiwa penembakan ini disebabkan sebuah “rasa kemarahan” karena mendapat laporan sebuah peristiwa yang dianggap mencoreng harga diri dan keluarga dari si pelaku. Rasa kemarahan yang membabi buta ini pada akhirnya mengakibatkan si pelaku jadi kehilangan kontrol diri dan melakukan tindakan-tindakan yang justru salah bahkan berakibat hilangnya nyawa seseorang dan juga hancurnya nama baik sebuah institusi yang terhormat.
Firman Tuhan yang kita baca saat ini mengibaratkan seseorang yang gagal kendalikan dirinya diibaratkan sebagai kota yang roboh temboknya. Kota atau benteng yang tidak memiliki tembok, menggambarkan sebuah kehidupan yang tanpa perlindungan, segala pengaruh negatif dari luar menjadi mudah masuk dan mempengaruhi kehidupan kita.
Apa yang harus kita lakukan? Kita harus mampu mengendalikan diri kita. Apakah yang perlu dikendalikan? Kata Self Control atau pengendalian diri berasal dari kata Contra Ratua yang bermakna kemampuan mengontrol hal yang bersifat alamiah dalam diri kita. Dorongan alamiah dalam diri kita bisa berwujud aspek fisik, antara lain seperti rasa lapar, mengantuk, capek, termasuk dorongan seksualitas. Selain itu dorongan alamiah bisa juga berupa aspek emosi atau perasaan seperti antara lain ; marah, sedih, kecewa, gembira.
Siswa yang merasa lapar saat pelajaran, tidak bisa langsung makan, hingga jam istirahat. Pengemudi yang sedang mengantuk, tidak mungkin langsung memejamkan mata saat mengemudi. Demikian juga hasrat seksualitas tidaklah berarti seseorang melakukan pemenuhannya secara sembarangan. Demikian juga dengan aspek dorongan alamiah perasaan dan emosional, misalnya rasa marah tidak berarti memberi kita hak untuk langsung menganiaya seseorang atau mengucapkan kata-kata kasar kepada orang lain. Rasa marah juga tidak berarti kita bebas langsung menumpahkannya di media sosial.
Itulah sebabnya orang yang mampu mengendalikan dorongan natural perasaannya disebutkan sebagai pribadi yang memiliki kecerdasan emosional (Emotional Quotient). Bagaimana dengan Allah kita? Allah kita adalah pribadi yang menunjukkan “kualitas kecerdasan emosi”. “Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita”,(Maz 103 :10) (HA)
Questions:
1. Menurut Anda apakah kita sebagai manusia biasa mampu mengontrol kemarahan?
2. Bagaimana cara Anda mengontrol diri supaya tidak mudah tergoda?
Values:
Orang yang mampu mengendalikan dorongan natural perasaannya disebutkan sebagai pribadi yang memiliki kecerdasan emosional (Emotional Quotient)
Kingdom Quotes:
Orang bebal melampiaskan seluruh amarahnya, tetapi orang bijak akhirnya meredakannya. (Amsal 29:11)