SIAPA YANG KITA LAYANI?

SIAPA YANG KITA LAYANI? 

Bacaan Setahun:

Kis. 18
Hak. 9
Ayub 38

“Ibaratnya begini: Kalau seseorang mempunyai dua majikan, tidak mungkin dia melayani keduanya dengan baik. Dia pasti akan mengasihi dan setia kepada majikan yang satu, tetapi membenci dan masa bodoh terhadap majikan yang lain. Demikian juga, kamu tidak bisa menjadi hamba Allah sekaligus hamba uang.” Matius 6:24 Terjemahan Sederhana Indonesia

Kita diciptakan untuk melayani. Itu adalah kodrat kita. Namun, kita diberi kebebasan untuk memilih siapa yang kita layani. Kadang-kadang, mungkin bukan Mamon yang kita layani, melainkan diri sendiri. Saat kita memilih melayani diri sendiri, banyak sekali contoh di Alkitab yang menunjukkan bahwa pada akhirnya hasilnya tidak baik. Kain dan Goliat dengan ego dan keangkuhan mereka. Daud dan Simson dengan nafsu mereka. Hizkia yang memamerkan kekayaannya dan berakhir kehilangan segalanya.

Di zaman sekarang, sikap mementingkan diri sendiri ini juga menjadi salah satu penyebab maraknya depresi, bunuh diri, dan lain sebagainya. Sebab rasa puas dan damai sejahtera yang muncul saat seseorang hanya melayani dirinya sendiri hanyalah semu dan tidak bertahan lama. Lalu, siapa yang seharusnya kita layani? Tentu saja sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri. Tanpa bermaksud merendahkan, jika kita perhatikan, hewan seperti anjing, kucing, atau kakaktua yang hidup bersama manusia dan percaya pada tuannya dengan melakukan apa yang tuannya perintahkan, sering kali mampu melakukan banyak hal luar biasa yang tidak mungkin mereka lakukan di alam bebas. Semakin dekat hubungan dan interaksinya dengan sang tuan, semakin hebat pula kemampuan mereka.

Hubungan kita dengan Tuhan kurang lebih serupa. Bahkan, sains pun mendukung hal ini. Ketika kita mengerti dan melakukan perintah Tuhan, tubuh kita akan memproduksi hormon dopamin dan serotonin yang membuat kita bersemangat mengejar tujuan Tuhan dan merasa puas saat berhasil mencapainya. Kita akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak khawatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah (Yeremia 17:8).

Bunda Teresa pernah berkata, “A life not lived for others is not a life” (Jika kita tidak hidup untuk orang lain, itu bukanlah hidup). Jangan takut menghadapi kesulitan saat melayani. Sebagai anak-anak yang ditebus oleh darah-Nya dan hidup dalam rasa syukur atas pengorbanan-Nya, akan tumbuh rasa haus untuk menyenangkan hati Tuhan. Ada kerinduan untuk menyalurkan kelebihan yang kita miliki—talenta, waktu, uang, dan sebagainya—demi kemuliaan-Nya. Jika saat kita lapar secara jasmani saja kita rela repot “berkorban” mencari bahan, memasak, atau bahkan membayar, maka seharusnya begitu pula pola pikir kita dalam melayani. Justru melalui tantangan itu, kita akan bertumbuh. Jadi, jangan hanya berdiam diri.

Coba perhatikan! Hanya sedikit orang yang tahu siapa penemu kompor gas, tetapi banyak orang memanfaatkannya. Adakah yang tahu siapa penemu resleting? Namun, kita semua merasakan manfaatnya. Demikian juga dalam hal melayani, pengakuan atas pelayanan kita bukanlah yang utama. Yang terpenting adalah melayani dengan rasa syukur atas kesempatan yang Tuhan beri, sebagai sebuah kehormatan. (SO)

Questions:
1. Dimana talenta kita dan kepada siapa kita bisa menjadi berkat dengan talenta tersebut?
2. Adakah ilah-ilah lain dalam hidup anda yang perlu anda singkirkan supaya kita menghidupi Yeremia 17:8?

Values:
Karunia kita adalah sarana untuk mengabarkan keselamatan dengan cara melayani orang lain.

Kingdom Quotes:
The meaning of life is to find your gift. The purpose of life is to give it away. (Makna hidup adalah menemukan karunia kita. Tujuan hidup adalah membagikannya.) – Pablo Picasso