THE ARROW OF VICTORY | Pdt. Timotius Arifin Tedjasukmana

Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda.
(MAZMUR 127:4)

Setiap kepala keluarga harus menjadi pejuang yang bisa mengarahkan putra-putrinya. Ia harus bisa memberikan arah, warisan dan berkat, sebab putra-putri yang dipercayakan seperti anak-anak panah di tangan pahlawan. Oleh sebab itu jika saat ini kita belum memiliki bapak rohani, kita harus menemukannya supaya ada yang bisa menjadi mentor dan mengarahkan hidup kita. Ada sebuah kisah yang menarik sekaligus menyedihkan, yakni kegagalan dari nabi Elisa. Elia berhasil memuridkan Elisa, yang mengikutinya dan belajar menjadi hamba Allah. Namun Elisa gagal di dalam mendidik Gehazi.

Kita belajar dari kisah di 2 Raja-raja 13, dimana dalam tahun kedua puluh tiga zaman Yoas bin Ahazia, raja Yehuda, Yoahas, anak Yehu, menjadi raja atas Israel di Samaria; ia memerintah tujuh belas tahun lamanya. Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, dan ia hidup menuruti dosa Yerobeam bin Nebat, yang mengakibatkan orang Israel berdosa pula. Sebab itu bangkitlah murka TUHAN terhadap Israel, lalu diserahkan-Nyalah mereka ke dalam tangan Hazael, raja Aram, dan ke dalam tangan Benhadad, anak Hazael, selama zaman itu. Tetapi kemudian Yoahas memohon belas kasihan TUHAN, dan TUHAN mendengarkan dia, sebab Ia telah melihat, bagaimana beratnya orang Israel ditindas oleh raja Aram.

Tuhan melepaskan bangsa Israel dari bangsa Aram karena Tuhan memiliki perjanjian dengan mereka. Tuhan tidak pernah mengingkari janji-Nya. Bangsa Israel tetap saja tidak menjauh dari dosa-dosa keluarga Yerobeam dan tetap hidup dalam penyembahan berhala yang mengakibatkan orang Israel berdosa sampai pada kematian Yoahas. Kemudian Yoas, anaknya, menjadi raja menggantikan dia.

Di tengah-tengah krisis yang melanda Israel, Yoas, datang kepada Elisa mengatakan hal-hal yang sama sebagaimana Elisa pernah berkata kepada Elia: “Bapaku, bapaku! Kereta Israel dan orang-orangnya yang berkuda!”. Kita mengetahui bahwa Elia dan Elisa lebih berkuasa daripada segala pasukan Israel. Mereka dapat membutakan musuh-musuh mereka, bahkan menurunkan api dari langit. Namun demikian, raja Yoas tidak memiliki hubungan apa pun dengan Elisa.

Pada saat ia harus menghadapi tantangan dari Siria, barulah ia mencari Tuhan dan hamba Tuhan. Ini terjadi pada kebanyakan orang percaya. Ketika ada krisis, mereka mulai mencari Tuhan dan hamba Tuhan. Seharusnya kita tidak melakukan seperti itu. Setiap saat kita harus mencari Tuhan dan menemukan-Nya. Seringkali kita juga mengucapkan ayat-ayat yang tepat, menaikkan puji-pujian yang sesuai tetapi kita tidak memiliki hubungan dengan Tuhan. Kita memanggilNya ya Abba, ya Bapa tetapi apakah kita memiliki hubungan yang mendalam dengan Bapa?

Apa reaksi Elisa? Elisa berkata kepadanya, “Ambillah busur dan anak-anak panah!” Lalu diambillah busur dan anak-anak panah. Lalu dipanahnya. Kemudian berkatalah Elisa: “Itulah anak panah kemenangan dari pada TUHAN, anak panah kemenangan terhadap Aram. Engkau akan mengalahkan Aram di Afek sampai habis lenyap.” anak-anak panah adalah anak,-anak rohani, sedangkan busur menunjuk kepada kita sebagai bapa-bapa rohani. Setiap bapa dan pemimpin harus dapat mengarahkan anak panah itu ke jantung musuh. Elisa juga memberikan arahan kepada raja Yoas untuk membuka jendela di sebelah timur (ayat 17) dan panahlah. Orang-orang percaya seringkali berpikir bahwa mereka hanya dapat berdoa. Tidak. Doa sesungguhnya adalah peperangan rohani, kita melontarkan panah-panah yang penuh dengan kuasa; panah-panah kelepasan dan kesembuhan.

Sesudah itu berkatalah ia: “Ambillah anak-anak panah itu!” Lalu diambilnya. Setelah diambilnya, berkatalah Elisa kepada raja Israel: “Pukulkanlah itu ke tanah!” Lalu dipukulkannya tiga kali, kemudian ia berhenti. Hal ini membuat hati Elisa menjadi marah karena Yoas sangat tidak bersemangat. Seharusnya dia bisa memukulkan sampai lima atau enam kali! Dengan berbuat demikian dia bisa memukul Aram sampai habis lenyap. Sebagai cucu Yehu, Yoas sama sekali tidak menggambarkan kehidupan kakeknya. Yehu adalah seorang raja yang penuh semangat, bahkan ia mampu memacu kereta berkudanya dengan kecepatan tinggi. Kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN! Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya (Kidung Agung 8:6-7).

Menyambut perayaan Natal ini kita juga belajar dari kehidupan Zakharia, ketika ia bersukacita menyambut kelahiran putra yang dijanjikan Tuhan kepadanya. Ia taat kepada Tuhan untuk menamai anaknya Yohanes. Zakharia mengatakan nubuatan-nubuatan kepada putranya: ”Hai anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka, oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, surya pagi dari tempat yang tinggi, untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera.”

Sebagai orang tua, perkataan apakah yang kita sampaikan kepada anak-anak kita? Biarlah hanya perkataan yang baik dan positif yang mampu mengarahkan mereka tepat kepada sasaran, sebab mereka adalah anak-anak panah kemenangan. Amin (RCH).