TIDAK MEMANDANG MUKA

TIDAK MEMANDANG MUKA 

Bacaan Setahun: 
Ayb. 34-35,  Rm. 4 

“Tetapi sesaat pun kami tidak mau mundur dan tunduk kepada mereka, agar kebenaran Injil dapat tinggal tetap pada kamu. Dan mengenai mereka yang dianggap terpandang itu —bagaimana kedudukan mereka dahulu, itu tidak penting bagiku, sebab Allah tidak memandang muka —bagaimanapun juga, mereka yang terpandang itu tidak memaksakan sesuatu yang lain kepadaku.” (Galatia 2:6)

Surat Galatia menunjukkan ketegasan Paulus dalam sikapnya yang radikal dalam  memberitakan kebenaran Injil. Masa itu terjadi kontroversi besar yang dihadapi jemaat Kristen perdana. Paulus mengajarkan bahwa Allah menghendaki manusia menjadi anakanakNya melalui iman akan Yesus Kristus (Gal. 1:6). Dalam surat ini Paulus mengungkapkan kemarahannya karena ia mengetahui bahwa ada orang-orang yang mengajarkan kepada jemaat di Galatia bahwa mereka harus menaati hukum Taurat agar dapat menjadi anak-anak Allah. Ajaran ini menyusup di antara para jemaat sehingga jemaat kembali hidup dalam perhambaan hukum Taurat. Padahal Yesus Kristus sudah membebaskan anak-anak Allah dari hukum Taurat. “Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.” (Gal. 5:1).

Karakter Paulus yang teguh dan berani melawan ajaran yang bertentangan dengan kemurnian Injil merupakan wujud kasihnya kepada jemaat di Galatia. Paulus tidak gentar berhadapan dengan siapapun sekalipun yang pada saat itu disebut sebagai orang-orang terpandang. Paulus tetap menyatakan kebenaran tanpa memandang muka.

Dalam kehidupan sehari-hari mungkin ada yang merasa “sungkan” untuk menegur atau memberikan masukan “yang benar.” Orang bahkan lebih nyaman mengutarakan “yang baik” daripada “yang benar.” Firman ini mengajarkan kepada kita untuk “berani” menyatakan kebenaran. Ketika orang yang dianggap “terpandang” melakukan “dosa” maka tidak jarang orang memilih “diam” dan pura-pura “tidak tahu.”

Bagaimana dengan hidup kita? Apakah kita berani berbicara dan menyatakan “kebenaran” tanpa memandang status sosial, kedudukan/jabatan, berpendidikan tinggi, atau seorang yang terpandang? Tentu saja kita menyatakan “kebenaran” itu dengan dasar “kasih.” Dalam Gal. 6:1 tertulis “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.” Minta hikmat Tuhan untuk membawa orang lain ke jalan yang benar dan kita sendiri harus menjaga hidup kita agar tidak “jatuh” dalam pencobaan. (RJ)

Questions:
1. Sudahkah kita berani menyatakan kebenaran?
2. Bagaimana kita dapat menyatakan kebenaran dengan hikmat Tuhan?

Values:
Seorang warga Kerajaan seharusnya berani menyatakan kebenaran dengan tanpa memandang muka.

Kingdom’s Quotes:
Takut menyatakan kebenaran berarti setuju dengan dosa.